My Books

My Books
Araska Publisher, 2014. Ellunar, 2014, 2015, 2015.
I LOVE KAMPUS FIKSI - #KAMPUSFIKSI12

Fenomena Angkot Vs Gojek

Fenomena Angkot Vs Gojek

tribunjabar.com

cosmosgirl.com
Saat melihat helm dan jaket hijau tiba-tiba berkeliaran di ruas jalan kota membuat perasaan saya senang. Berada di posisi sebagai konsumen tentu saya menyambut baik adanya tambahan fasilitas kendaraan umum—mengingat selama ini angkutan umum dikeluhkan dengan rute yang cukup memutar, menghabiskan waktu, terkadang susah untuk didapatkan di tempat-tempat tertentu ditambah dengan kapasitas waktu yang terbatas.
            Gojek muncul sebagai solusi keluhan tersebut. Ada kalimat klise yang sering terumbar gugur satu tumbuh ber-jemaah. Dengan kata lain ada satu pihak yang merasa dirugikan akibat kehadiran gojek di tengah hiruk-pikuk persaingan tukang angkot. Kali ini keluhan muncul dari supir angkot—dampaknya penumpang lebih memilih naik gojek ketimbang angkutan—termasuk saya. Hehehe
            Lalu bagaimana solusinya?
            Membahas cerita tadi siang bersama Bos ditempat kerja soal Demo Supir Angkot didramatisir dengan adanya mogok ngangkot membuat hati saya sedikit tersentil. Serba salah juga sih ya, di sisi lain saya sebagai konsumen merasa keberatan jika gojek harus dimusnahkan dari daratan Kota Tasikmalaya.
            Membaca sebuah artikel berita dari Liputan6.com “Demonstran Segel Kantor Ojek Online di Tasikmalaya”. Gedung DPRD Kota Tasikmalaya, diserbu ribuan angkutan, bahkan tukang becak dan ojek lokal pun turut serta. Bukan main! Mari kita tepuk tangan atas sistem demokrasi hari ini. Tak tanggung-tanggung kantor Gojek pun ikut diserbu dan diminta untuk segera berhenti.
            Hem... jadi panjang masalahnya. Masalahnya begini... Gojek tidak fleksibel jika beroperasi di kota kecil sejenis Tasikmalaya. Kecil... ya hemp. Begitulah.
            Dan solusi pemerintah apa? Menghidupkan satu sisi dan mematikan sisi lain. Selalu seperti itu solusinya. Saya tidak tahu ini salah siapa. Apa alasan konsumen berpindah haluan dari angkut ke Gojek? Dari sini sudah terlihat sistem usang sudah tidak bisa terus dipakai jika ingin dilirik penumpang.
            Gojek memberikan terobosan baru di mana orang tidak perlu merasa cemas terlambat saat akan masuk kerja, sekolah atau pulang dari urusan. Seandainya negeri ini memiliki jiwa intropeksi yang tinggi, maksud saya sadar diri. Apa kesalahan kita selama ini?Apa kesalahan sistem transportasi umum negara ini sampai saling senggol-bacok?
            Bagi saya mematikan satu sisi tetaplah tidak adil.

            Entah kenapa kredibilitas Wali Kota Tasikmalaya hari ini rasanya mulai saya pertanyakan—simak di artikel selanjutnya. 

Resensi Kumcer Pemilin Kematian-Dwi Ratih

Resensi Pemilin Kematian
pemilin kematian
sumber: pelangisastramalang.org

Judul               : Pemilin Kematian (Cerpen)
Penulis             : Dwi Ratih Ramadhany
Genre              : Sastra
Penerbit           : Pelangi Sastra
Tahun              : 2017, Ceatakan Pertama
ISBN               : 978-602-74629-5-3
Cuplikan
Ia menukarnya dengan Pak RT. Ia sangat terobsesi dengan kematian suaminya. Mungkin karena iming-iming. [Hal. 7]
***
Pemilin Kematian adalah kumpulan cerpen yang sudah pernah diterbitkan  di media massa terkenal seperti kompas, Radar Malang dan media massa setempat, juga beberapa cerpen merupakan jawara dari kompetisi menulis. Judul  utama dari kumcer ini diambil dari salah satu cerpen yang sudah tembus KOMPAS pada tanggal 8 Desember 2018—tentunya satu judul tersebut mewakili isi semua cerpen.
            Sejujurnya saya tidak berhak untuk mengomentari mahakarya milik Ratih karena jelas saya bukan penggila sastra—tapi karena seorang kawan menghadiahi buku ini. Ini adalah buku sastra kedua yang tuntas kubaca.
            Maka tak layak rasanya saya menyebut kumcer ini membosakan—karena ini masalah selera. Tapi ada beberapa cerpen yang cukup membuat saya terpikat seperti; Janda Sungai Gayam, Malam Merah Ibu.
            Ada satu hal yang kutangkap, sebagian besar cerpen Ratih memiliki pokok cerita atau pola cerita yang hampir sama. Saya bingung menjelaskannya---semoga saja pendapat saya keliru dan mungkin pemahaman saya terlalu dangkal sehingga belum mampu mencerna maksud dari pesan-pesan moral yang tersirat di sana.


Mencari Filosofi Teratai

[D-2]
Mencari Filosofi Teratai
teratai
sumber: mercubuanaraya.com

Sehabis mengantar ibu, sebelum sampai rumah—mataku tertuju pada kolam depan rumah tetangga. Kolamnya keruh, gelap, tentu gelap karena daerah sana kurang penerangan juga diriuhi pepohonan dan langit tak berbintang. Ada yang mekar di atas air, tapi warnanya tak menyembul ke permukaan.
           Keningku berkerut—bunga itu tampak berbeda dan aku tahu namanya teratai. Dia tak perlu cahaya untuk melebarkan kelopak, tapi dia malu saat cahaya menyapanya.
            Ah, akhirnya aku menemukan filosofinya. Padahal sepanjang waktu—belum kunjung didapat. Aku tidak mau melanjutkan cerita ini menjadi seperti diary. Karena aku hanya ingin bercerita tentang teratai yang kulihat di malam hari.
            Barangkali—menjadi unik adalah hal yang sangat menarik. Menjadi berbeda adalah hal yang langka. Dan menjadi diri sendiri adalah hal yang tak bisa ditemukan dari orang lain. Barangkali ini filosofi yang kubutuhkan.
            Kamu mengerti maksudku apa itu teratai dibanding bunga lainnya?
Tasikmalaya, 21 Juli 2017

Alfy Maghfira