Biasanya aku yang selalu bilang rindu.
Merecoki layar ponselmu dengan celotehan
tidak penting mungkin "bagimu".
Tapi kamu harus tahu semakin banyak mulut ini
membuatmu berisik, sebesar itulah perasaanku.
Belum habis rinduku meskipun sepanjang hari kutemui. Duduk tidak jauh di samping, kadang tertawa, kadang jengkel. Ketahuilah, meskipun berbulan-bulan telah usai, aku selalu melihat wajahmu diam-diam.
Kamu masih belum paham perasaan ini bermetamorfosis menjadi kian dewasa.
Ia menjadi tidak berisik karena perlahan kamu mengabaikannya. Mungkin kamu mulai jemu dan menyadari aku tidak secantik yang dikira, atau kekurangan-kekuranganku yang membuatmu sedikit bergerak mundur.
Memilihmu sebagai pasangan hidupku, kamu harus siap kurindukan setiap hari. Tapi masih saja kamu tidak paham tentangku.
Merecoki layar ponselmu dengan celotehan
tidak penting mungkin "bagimu".
Tapi kamu harus tahu semakin banyak mulut ini
membuatmu berisik, sebesar itulah perasaanku.
Belum habis rinduku meskipun sepanjang hari kutemui. Duduk tidak jauh di samping, kadang tertawa, kadang jengkel. Ketahuilah, meskipun berbulan-bulan telah usai, aku selalu melihat wajahmu diam-diam.
Kamu masih belum paham perasaan ini bermetamorfosis menjadi kian dewasa.
Ia menjadi tidak berisik karena perlahan kamu mengabaikannya. Mungkin kamu mulai jemu dan menyadari aku tidak secantik yang dikira, atau kekurangan-kekuranganku yang membuatmu sedikit bergerak mundur.
Memilihmu sebagai pasangan hidupku, kamu harus siap kurindukan setiap hari. Tapi masih saja kamu tidak paham tentangku.