[Resensi
Looking for Alaska] Kehidupan, Penderitaan, Penyesalan dan Kematian
Judul : Looking for Alaska (Mencari Alaska)
Penulis : John Green
Diterjemahkan
dan Diterbitkan oleh: Gramedia Pustaka Utama
Tahun
terbit : Cetakan ketiga Septembr 2014
Genre : Young Adult
Tebal : 286 Halaman
sumber: gramedia.tumblir.com |
Sebuah novel remaja
yang memberikan pesan moral secara abstrak, sehingga memaksa harus lebih teliti
dan menelaah setiap kepingan cerita yang disajikan.
Karya
John Green ini menurut saya, cukup apik memaparkan maksud cerita. Ini benar-benar
bukan sekedar cerita remaja murahan yang cengeng atau melonjak-lonjak
sembarangan. Dibumbui dengan berbagai kutipan dari kata-kata terakhir oleh
orang-orang mati sehingga mambuat pembaca ikut memecahkan teka-teki kata-kata
terakhir tersebut.
***
SEBELUM
Miles Halter, seorang laki-laki remaja yang suka
sekali mengingat kata-kata terakhir orang yang akan mati. Namun di balik rasa
tertariknya itu, Miles merasakan hidupnya terasa biasa saja, tidak ada yang
istimewa. Hingga suatu hari ia memutuskan untuk pindah sekolah ke Culver Creek,
hanya untuk membuktikan kata-kata terakhir dari Francois Rabelais (seorang
penulis yang sudah lama mati) yaitu, “Aku pergi untuk mencari ‘Kemungkinan
Besar’. Itulah alasanku pergi. Agar aku tak harus menunggu sampai mati untuk
mulai mencari ‘Kemungkinan Besar’.”
Culver
Creek merupakan sekolah berasrama di Birmingham, Alabama. Sekolah itu telah
mempertemukan Miles dengan Kolonel, Alaska, Takumi, Lara hingga mengenal
Weekday Warriors. Di sanalah Miles mendapatkan julukan ‘Pudge’ dari Kolonel,
yang tak lain teman satu kamar Miles.
Alaska Young seorang gadis yang
seksi, emosional, pintar, berantakan, menggemari buku, namun hidupnya penuh
dengan penyesalan. Mengenalnya perlahan membuat Miles jatuh ke dalam kehidupan
yang tak terduga. Memberontak, membuat keributan, merokok hingga menenggak
minuman keras kini sudah tersentuh oleh Miles sejak mengenal Alaska. Gadis yang
menyukai ‘Kekacauan’.
Alaska
sering melontarkan pertanyaan pada sahabat-sahabatnya tentang, “Bagaimana cara
keluar dari labirin penderitaan?”
Jauh
dari sikap berontak Alaska, Miles dan Kolonel mendengar kalau Alaska memiliki
penyesalan seumur hidupnya yaitu saat usianya 9 tahun, ibunya kejang-kejang di
depannya tapi ia hanya diam saja dan tak menelepon pihak penyelamat, mengira
setelah ibunya tertidur setelah kejang-kejangnya berhenti tapi ternyata mati di
depan Alaska.
SESUDAH
Penyesalan
yang berlanjut hingga membuat teka-teki pada Miles, Kolonel, Takumi dan Lara
saat Alaska tiba-tiba meninggal karena kecelakaan. Tapi Miles dan Kolonel tidak
serta merta menerima pernyataan itu, kematian Alaska begitu misterius.
Teka-teki
Bagaimana pribadimu keluar dari labirin penderitaan?
Ke mana Alaska hendak pergi sebelum kecelakaan?
Apa mungkin Alaska mati karena kecelakaan/bunuh
diri?
Apa mungkin Alaska bunuh diri?
Apa kata-kata terakhir Alaska sebelum dia mati?
***
Kutipan
yang cukup membuat saya sejenak tidak bernapas.
Kita tak pernah harus putus asa, sebab kita takkan
pernah rusak tanpa dapat diperbaiki. Kita mengira kita tak terkalahkan karena
memang demikian adanya. Kita tak bisa dilahirkan dan kita tak bisa mati.
Seperti semua energi, kita hanya bisa mengubah bentuk, ukuran dan wujud. Mereka
akan melupakan itu saat tua nanti. Mereka menjadi takut akan kehilangan dan
kegagalan. Tapi bagian diri kita yang lebih besar dibandingkan jumlah
bagian-bagian kita tak bisa berawal dan tak bisa berakhir, maka takkan bisa
gagal. (Miles, hlm. 278)
***
Saya sangat terkesan dengan novel ini yang
memaparkan setelah kematian menurut 3 agama yaitu Islam, Kristen dan Buddha
yang diajarkan oleh si Bapak Tua, yang menurut Kolonel, guru itu sangat
membosankan namun bagi Miles justru menarik sekali untuk disimak. Menelaah
tentang apa yang terjadi setelah kematian? Islam dan Kristen yang menerangkan
bahwa akan ada surga dan neraka. Dan Buddha yang menjelaskan manusia tidak
memiliki jiwa yang kekal, sebaliknya manusia memiliki kumpulan energi, dan
kumpulan energi ini dapat berpindah, berimigrasi dari satu tubuh ke tubuh lain,
bereinkarnasi terus menerus sampai akhirnya mendapat pencerahan.
Tapi
sejujurnya saya hingga detik ini masih merasa kebingungan mengambil kesimpulan
dari novel ini. Ada banyak yang hal yang saya simpulkan, dan saya tidak tahu
apa itu benar atau tidak. Namun kesimpulan kecil yang saya ambil yaitu tidak
berguna terus-terusan mengingat tentang kematian seseorang, karena lambat laun
semuanya akan terlupakan dan hancur. ‘Mengingat’ sama saja dengan ‘membuat
labirin penderitaan’ yang terus menyiksa diri dan kehilangan akan ‘Kemungkinan
Besar’ harapan hidup yang lebih baik. Seperti Alaska Young.
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Kepenulisan /
Resensi
dengan judul [Resensi Looking for Alaska] Kehidupan, Penderitaan, Penyesalan dan Kematian. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://keepmirotic.blogspot.com/2015/09/resensi-looking-for-alaska-kehidupan.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Alfy Maghfira - Rabu, 02 September 2015
Download novel looking for Alaska versi pdf sila kunjungi link berikut :
BalasHapushttps://myebooknovel.blogspot.com/2020/07/looking-for-alaska-john-green.html