Sore
dicium Hujan
Berapa
juta kubik air yang turun, berapa banyak doa yang meluncur. Sore pada setiap
sore selalu mampir ke POM Bensin RE Martadinata Tasikmalaya. Senyum si penjaga
toilet terhalang oleh gerimis dari kejauhan, Sore masih bisa melihatnya.
Sekitar 10 menit Sore keluar.
Harusnya 2 ribu, ia punya sepuluh ribu. Penjaga Toilet mengambil kembalian dari
dalam kotak. Gerimis semakin deras. Sore berlari kecil ke arah masjid di
samping toilet. Di sana ada kesempatan; solat dan menulis.
Di teras masjid ada sekitar 4 orang
yang tertahan oleh hujan. Motor dibiarkan dicium hujan begitu saja. Di sudut
kanan seorang bapak berusia 40-an larut oleh androidnya. Tak lama muncul anak
kecil berambut keriwil bersama ibunya yang dijemput sang ayah dengan payung
merah menuju avanza. Di tepi teras ada sepasang mahasiswa yang ikut membuka
laptop mereka setelah Sore sejak beberapa menit lalu mulai menulis menggunakan
laptop.
Gerimis tak kunjung reda. Haruskah
hujan menciumi Sore pada sore itu? Menunggu bisa menjadi hal buruk untuk siapa
saja, apalagi menunggu hujan yang tak tahu kapan hilang? Langit pun tak sedikit
pun memberi pesan akan segera mengusir awan. Sore pada sore itu ingin
memastikan menunggu adalah sebuah kesempatan. Jika hanya menunggu sambil sibuk melirik
jam, tentu Sore akan kesal.
Sejak tadi Sore terdiam pada sore
yang sepi, dingin dan basah. Sore ingin pulang tanpa diciumi hujan.
Tasikmalaya, 2 Pebuari 2018
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori curhat /
Kepenulisan
dengan judul Ceriwis-Sore dicium Hujan. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://keepmirotic.blogspot.com/2018/02/ceriwis-sore-dicium-hujan.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Alfy Maghfira - Sabtu, 03 Februari 2018
Belum ada komentar untuk "Ceriwis-Sore dicium Hujan"
Posting Komentar