Diikutkan Dalam Lomba Cerpen ‘Bonus Track’
The Dark Shadow
(Alfy Maghfira)
Awalnya
aku tak pernah percaya apa itu karma. Tapi sejak dua tahun yang lalu, karma itu
menjadi labirin di hidupku. Setumpah darah membuat hidupku ikut ternodai.
Sebuah noda yang ditorehkan oleh bayangan gelap yang selalu setia mengekori ke
mana pun kakiku melangkah.
‘Si omes Reza’–itulah julukanku.
Sebuah dosa yang bahkan tak pernah kuperbuat. Namun dosa itu membuatku sulit merajut sebuah cinta dengan kupu-kupu
yang kuintai.
Sial! Andai saja gadis itu tak pernah
menanggalkan nyawa di atas pangkuanku, takkan pernah kuterbebani sebuah janji
yang bahkan tak pernah kubuat untuknya. Terakhir kali teringat dari sisa suaranya
yang terdengar kering ; berjanjilah, kamu
tidak akan pernah lari dariku.
***
Saat
siang terbunuh oleh gelap, aku sudah berdiri di depan cermin, mengamati setiap
lekuk wajah yang tak memiliki cela sedikit pun. Kubelai rahang tegasku dan
merutuk, perempuan mana yang enggak lumer
sama kegantenganku? Tapi... gara-gara si setan kampret itu, sudah 10 kali
tamparan mendarat di pipiku, erangku sembari mengertakkan gigi.
Arloji digital yang melingkar di
lengan kuamati. Jam 7 malam sudah menyapa, saatnya kutunaikan sebuah janji pada
sang primadona yang sudah kuintai hampir seminggu belakangan ini.
Ini malam minggu, tentunya sepanjang
roda kemudi kukendalikan, kedua sudut bibirku terus membentuk lengkungan manis
dan menawan, membayangkan Aya Lusiana menyambut pernyataan cinta dariku.
“Selamat malam,” sapaku saat kulihat
gadis itu menunggu dengan setia di depan rumah gaya minimalisnya. Ah, aku
nyaris seperti orang gila, saat mataku bergerak liar menyusuri lekuk tubuh Aya
yang terbalut terusan merah terjuntai hingga batas atas lutut.
Pipi gadis itu matang, terpanggang
oleh cumbuanku yang mendarat di punggung tangannya. Dia menyibakkan anak rambut
yang sempat melambai menggelitik pipi. “Kamu tepat waktu,” katanya sembari
menyampirkan tas tangan di bahu.
“Yuk...” tanganku mendarat di
punggungnya. Tapi....
Plak!
“Auw!!” Panas. Perih. Saat tangan yang
kukira gemulai itu ternyata mendarat begitu keras di pipi kiriku. “Kok, nampar , sih?!” kutengok gadis di
sampingku. Mulutnya sudah mengerucut. Kali ini rona di pipinya tergurat amarah
yang sudah meletup untukku.
“Brengsek kamu! Dasar otak mesum!”
Kali ini tas tangannya dibenturkan ke dadaku.
Gadis itu bergegas pergi tanpa
keanggunan yang sering kuintip ketika di kampus. Langkah yang lebar
meninggalkanku dengan keheningan dan bintang yang terlihat menertawakan
kesialanku.
Tubuhku berbalik dan meruncingkan
sepasang mata pada bayangan hitam yang perlahan samar menunjukkan wujudnya. “Cassie!!!”
Suaraku terkerah kuat hingga beroktaf-oktaf lengkap dengan nyala mata yang
sudah tersulut emosi yang memuncak.
“Hahahahah! Udah aku bilangian, kamu
gak akan pernah dapet cewek satu pun. Kamu udah janji sama aku,” selorohnya
sembari tertawa—tertawa atas nasibku yang terlalu sering ditampar dan ditolak
gadis incaran.
“Kenapa sih kamu doyan banget gangguin
hidup aku, hah?! Lagian aku gak pernah bikin janji sama kamu!!” tukasku lengkap
dengan desahan napas.
Setan itu berambut panjang, warna
kulitnya seputih kapur, tubuhnya masih terbalut kaus putih gambar bulan—baju yang
terakhir kali dikenakannya ketika rohnya terlepas dari jasadnya.
“Heh, Reza kampret! Aku mati gara-gara
nyelametin kamu ketabrak bajaj!” setan itu bernama Cassiopeia. Tepatnya
Desember tahun lalu, dia mati terlindas bajaj.
Sial!
Kenapa bukan aku saja yang Tuhan renggut? Hidup tanpa sepasang hawa, terasa
hidup di atas pandang tandus tak berkaktus. Sudah hampir dua tahun kulamar 10
wanita, dan yang kuterima hanyalah 10 tamparan yang memberi cap merah perih plus julukan menjijikan sebagai pria
omes-otak mesum. Shit!
“Aku enggak pernah minta kamu selametin
aku, kok! Aku lebih milih mati ketimbang hidupku digangguin sama setan macem
kamu. Bisa-bisa aku enggak kawin seumur hidup gara-gara kamu doyan colekin pantat
cewek yang jadi inceranku!” Mataku hampir keluar menerjang gadis pucat yang
berdiri melayang di depan mata.
“Kamu udah janji, buat terus
bersamaku, Za.”
“Aku kasihan sama kamu waktu itu.
Namanya juga orang yang lagi simpati. Jadi sekarang kamu pergi ke alammu. Dan,
jangan pernah hantuiku lagi. Jujur... aku enggak pernah cinta sama kamu,
Cassie,” pungkasku dengan wajah masih begitu tegap menatap gadis yang perlahan
menunjukkan air kesedihan di wajahnya.
Tubuhnya yang terlayang di udara
perlahan turun dan mendarat di atas tanah dingin. Langkahnya terlihat gontai.
Persetan! Aku tak bisa terus bersimpati padanya, kesabaranku mulai tandus.
“Jadi... ini jawaban yang kudapat? Selama hampir dua tahun aku nunggu
kamu buat jawab jawaban cintaku dan, ini jawabannya?” Aku tak tahu ada setan
matanya mengembun, dan kali ini bisa kulihat dia menahan luka.
“Maafin aku, Cassie. Kamu harus terima
perasaanku. Lagian dunia kita sudah berbeda, meskipun aku bilang cinta sama
kamu tetep aja jalan kita sudah berbeda. Kamu harus segera pergi dan tidur
panjang. Dan, terimakasih banyak karena
sudah mengorbankan nyawamu demi aku,” kataku sembari tertunduk dalam.
Hening. Senyap. Hanya angin malam yang
mendesir menjawab kalimat panjang lebarku. Kuangkat kepalaku. Gadis itu...
Setan itu... Menghilang. “Maafin aku, Cassie...,” pungkasku sembari mendongak
menatap bintang yang berkedip seolah dialah bintang itu. [ ]
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerpen /
Kepenulisan
dengan judul Cerpen - The Dark Shadow. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://keepmirotic.blogspot.com/2015/04/cerpen-dark-shadow.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Alfy Maghfira - Selasa, 07 April 2015
Belum ada komentar untuk "Cerpen - The Dark Shadow"
Posting Komentar