Penggadai
Masa Depan
(Alfy Maghfira)
Resna Tresna tertunduk,
memandangi seragam putih abu-abu yang membalut tubuhnya dengan tatapan putus
asa. Rambutnya yang hitam legam terkibar dimainkan oleh angin usil di
sekitarnya. Tampaknya sebuah kesedihan sukses membuatkan parit-parit kecil yang
melandai pipinya. Dia mendongak, menatap langit seolah bertanya : Tuhan, aku lelah meneruskan jalan ini.
Tak hanya suara angin yang mengisi
telinganya, tapi suara sesenggukan isak tangisnya pun terdengar, memadu kekalutan
yang menimpa hati.
“Nilaimu
selama hampir satu tahun ini, selalu jatuh di angka merah. Bahkan guru-guru
yang mengajarmu kewalahan, Resna. Bapak sudah berkali-kali memanggilmu dan
menanyakan apa kendala belajarmu? Jika seperti ini terus, kamu terancam ‘tidak
naik’ kelas, Nak.”
Kabar buruk dari Pak Reza siang ini,
sukses membua pahatan kesedihan dan kedilemaan di hati Resna.
“Persetan!!”
Kaki jenjang yang masih terbungkus sepatu bertali itu menendang sebuah tong
sampah yang bertengger di sudut lapangan hijau. Seolah benda mati itu tersenyum
dan membisik ‘Buang saja impianmu ke sini!”
***
“Lu... gak
masuk... sekolah, Res?” Pria yang hanya mengenakan kaus biru belel dengan
simbol ‘playboy’ di dada, tengah berdiri di depan Resna. Napasnya terdengar
memburu, lengkap dengan wajahnya yang mengernyit menahan sesak.
“Gue mau keluar, Rio,” jawab Resna
ringan. Suaranya berpadu dengan kebisingan lalu lintas jalan raya di sekitar
alun-alun Kota Tasikmalaya yang berhadapan dengan gedung khas Joglo bertuliskan
‘Pendopo’. Punggungnya yang terlihat masih terbebani sebuah ransel merek ‘Import’, disandarkan ke bibir pagar
tembok alun-alun.
Sebagian alis tebal Rio terangkat,
penuh tanda tanya. “Keluar? Emang kenapa?”
“Gue males. Lagian buat apa gue
sekolah kalau gue malah gak naik kelas? Kampret banget tuh guru! Gak ada
kebijakan banget buat muridnya. Malah sok ikut campur masalah pribadi gue
lagi!” Sepasang matanya diedarkan ke salah satu sepasang siswa berseragam biru
dongker yang terlihat bergelayut mesra tengah duduk di bangku panjang yang berada di alun-alun
tersebut. Resna tersenyum kecut, dia sama saja dengan mereka yang duduk di
sana.
Rio tertawa renyah, menertawakan
prinsip yang selama ini menjadi genggaman Resna. Tangannya yang berdebu
mendarat di bahu gadis yang sudah dipacarinya selama hampir 3 tahun ini.
Tawa menyebalkan itu hanya menjadi
melodi basi di telinga Resna. Untuk hari ini, batin Resna mulai membenarkan
‘tawa’ yang dulu sering membuatnya ‘kesal’. Sepintas Resna mengamati postur
tubuh Rio. Seolah menerawang apa yang terjadi jika dia hidup bersama pria yang
terlihat lusuh, rambutnya gondrong
berantakan, kerjaannya nongkrong di alun-alun kota yang memiliki tugu pahlawan
sedang mengibarkan bendera di atas kuda.
“Gue mau kita kawin,” celetuknya
tanpa berpikir panjang. Yeah,
pikirnya, untuk apa lagi dia bergulat dengan buku? Demi status lulus ‘SMA’?
Toh, pada akhirnya wanita hanya akan berakhir di dapur saja.
“Udah gue bilang apa! Mending lu
keluar dari dulu juga. Ngapain sekolah. Buang duit, tahu!” Rio tak ubah seperti
setan yang terus berbisik dan membenarkan semua pendapat Resna. “Ntar, deh. Gue
urus keperluannya. Gak usah rame-ramean, cukup ke KUA aja. Lu tinggal ngomong
doang sama orangtua lu,” lanjutnya terdengar ringan.
***
Sepasang mata
tajam yang bersemayam di wajah penuh guratan-guratan senja, meluncur buas pada
Resna. Kumis serabutnya yang bertengger di tepi bibir mulai terangkat, seiring
dengan emosinya yang ikut melonjak, hebat! “APA?!! KAWIN?!” Pak Saryo yang tak
lain bapak kandung Resna terlihat menggelengkan kepala ketika mulut putri
sulungnya melontarkan ‘keinginan terlarang’.
“Ya, aku mau nikah, Pak! Resna udah
capek!”
“GAK BISA!! SEKOLAH YANG BENER!!
LAGIAN SIAPA YANG MAU KAWIN SAMA KAMU, HAH?!” Nada suara Pak Saryo semakin
beroktaf-oktaf, tak kuasa menahan emosinya yang kian meradang.
“Pak, Resna udah gak bisa mikir
lagi. Otak Resna itu udah tumpul gara-gara kebanyakan mikir tentang perceraian
Bapak sama Ibu!” Kali ini Resna tak mau kalah, suaranya ikut meninggi.
“Tap—“
“Resna mau nikah sama Rio!” Sukses sudah gadis berponi itu memotong ucapan bapaknya.
“Resna mau nikah sama Rio!” Sukses sudah gadis berponi itu memotong ucapan bapaknya.
Dan nama ‘Rio’ juga sukses membuat
perasaan Pak Saryo terhantam, sakit. “Lelaki tak jelas itu? Perempuan mana yang
mau kawin sama dia, Resna! Kamu punya akal sehat, apa enggak, sih, Nak?” Suara
Pak Saryo mulai melemah, bola matanya terlihat menumpuk embun di
pelupuknya—membayangkan bagaimana masa depan putrinya dengan lelaki tak jelas
itu.
***
Ini adalah bulan
ke-3 sejak pernikahan Resna dan Rio dilangsungkan. Gadis itu benar-benar
menggadaikan mimpi yang pernah ditenunnya sejak SD. Mimpi untuk menjadi seorang
guru. Tapi memang kehidupan akan selalu ada angin yang membelokkan perahu
mimpinya ke arah yang entah itu benar atau tidak.
Resna gadis yang cukup keras kepala.
Tekadnya yang membatu sukses menumbuk larangan keras bapaknya dan terpaksa
menyetujui keinginan Resna yaitu menikah muda dan harus putus sekolah. Bapak
mana yang tak khawatir anaknya tidak pulang 3 hari? Hanya karena tak diijinkan
menikah? Yah, dengan doa restu terbalut air mata kesedihan, Pak Saryo harus
rela menitipkan putrinya pada Rio, lelaki yang terlihat buruk di matanya.
***
“Dari mana saja
lu?!” Resna memergoki suaminya pulang tengah malam. Gadis itu berdiri di bawah
lampu kuning 5 watt. Tangannya tersilang, hidungnya mengernyit—mengendus sebuah
aroma yang menusuk penciumannya. “ Lu mabuk lagi?!”
“Ka-kamprett! Punya bini mu-mulutnya rombeng banget!!” Rio meracau sambil mengentakkan kakinya yang terbalut sandal jepit mendekati Resna.
“Ka-kamprett! Punya bini mu-mulutnya rombeng banget!!” Rio meracau sambil mengentakkan kakinya yang terbalut sandal jepit mendekati Resna.
“Rio, lu itu suami gue! Lu gak malu
apa, hidup lu cuma nongkrong dan gak mikirin bini lu di rumah mau makan apa
besok?!”
Brakk!
Bangku plastik yang berada di depan, Resna
tendang dan menghantam betis Rio cukup keras. Bola mata Rio membulat, dan
menusuk tatapan Resna. “Cewek kurang ajar!!!” Tak kuat menahan emosinya yang
kian mendidih hingga ubun-ubun kepalanya, spontan Rio melayangkan tinju di
rahang istrinya.
Blukk!
“RIO!!! TEGA
KAMU, YA!! GUE NYESEL KAWIN SAMA LU!!” teriak Resna lengkap dengan air mata
yang menyeruak dari ekor matanya. Ngilu, panas, perih! Kini bersemayam
meninggalkan semu merah di rahangnya.
“Hahaha.... emang siapa juga yang
mau kawin sama cewek jelek kayak lu, hah?! Mulai detik ini, gue talak lu!!!”
Talak? Talak? Oh, Tuhan... perkataan
itu terasa menghantam hati Resna menjadi butiran debu, hancur, lebur! Kaki
Resna limbung, tapi dengan kesadarannya Resna masih mampu menopang
keseimbangannya dengan tangan tertahan di laci kecil di sampingnya. Resna
mendongak, memamerkan embun pedih yang membanjiri ruang di pipinya pada Rio.
“Gue nyesel... gue nyesel....”
***
“Hei!” seru
sebuah suara feminim yang muncul dari depan tubuh Resna.
“Risna?” Kepala Resna mendongak
menatap wajah yang terbingkai rambut potongan di-bob.
“Ya, ampun, Res. Lu di sini
rupanya?” Tubuh jangkung Risna yang semampai tampak terbalut seragam cokelat
tua dengan berbagai title pangkat di bahu, lengan dan dadanya.
“Ris, lu jadi Polwan?” Mata Resna
membulat, takjub dengan penampilan teman sebangkunya yang sudah hampir 4 tahun
ini tak bersua.
Dengan santai Risna meraih sebuah
serabi hangat yang terjaja di atas baki kayu. Dia tersenyum lalu menggigit
kecil serabi itu. “Enak juga serabi lu.”
Pipi Resna bersemu merah, malu...
malu akan masa yang kini dijejaknya. Wajahnya tertunduk, merutuki kobodohannya
di masa lalu. Aku sadar... tak seharusnya
kugadaikan masa depanku karena sebuah masalah. Melarikan diri dari masalah
membuat masa depanku tak secerah apa yang dulu kuimpikan. Seandainya saja...
aku lebih gigih lagi mengatasi kepelikanku. Mungkin aku takkan pernah
menyandang gelar ‘janda’ saat ini, tapi mungkin aku sudah bergelar ‘sarjana’.
#Nulis3Jam di Kampus Fiksi 12, Yogyakarta
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Cerpen /
Kampus Fiksi
dengan judul Cerpen KF12-Penggadai Masa Depan. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://keepmirotic.blogspot.com/2015/04/cerpen-kf12-penggadai-masa-depan.html. Terima kasih!
Ditulis oleh:
Alfy Maghfira - Jumat, 24 April 2015
Belum ada komentar untuk "Cerpen KF12-Penggadai Masa Depan"
Posting Komentar