My Books

My Books
Araska Publisher, 2014. Ellunar, 2014, 2015, 2015.
I LOVE KAMPUS FIKSI - #KAMPUSFIKSI12

Runner Up (Cerita Bersambung - Fanfiction Sparykyu)

Chapter 1 : Kyuhyun’s Point of View
Penulis            : Vina Syahidah
Tokoh utama : Kyu Hyun
Genre             : Remaja, Romance,

—Asrama Schrodinger’s House, Winchester, Inggris.
Dia sangat membenci laki-laki itu, laki-laki pemilik julukan Si Jenius. Aku tidak tahu dari mana semuanya berawal. Aku hanya pendatang baru di asrama ini, tak banyak yang kutahu—selain masalah dia dan Si Jenius itu.

Dia, sebut saja Hyomi, Lee Hyomi. Gadis yang tak pernah rela gelar nomor satunya jatuh ke tangan Kim Kibum—Si Jenius. Meski terkenal dengan kecerdasannya, hal itu bukan berarti Hyomi adalah gambaran gadis berkacamata tebal dengan buku yang tak kalah tebal. Tidak. Dia tidak seperti itu. Dia justru lebih terkesan seenaknya.

Lee Hyomi, rambutnya yang sebahu ia warnai pirang, di telinganya tak hanya terdapat satu tindikan, ada dua—bahkan lebih, lingkar di bawah matanya dapat kulihat kala ia berusaha keras untuk belajar demi mengambil kembali gelarnya sebagai nomor satu di asrama. Ia menghabiskan malam dengan melahap berbagai macam buku. Kupikir, akan sangat pantas apabila kusebut ia dengan julukan Ratu Ambisius.

Ambisinya terkadang membuat gadis itu terlihat begitu menyedihkan.

Aku bukan anak yang rajin seperti teman satu kamarku—Kim Kibum. Aku lebih senang menghabiskan waktu dengan memainkan berbagai macam permainan dalam PSP-ku. Akan tetapi, suatu keberuntungan besar karena aku tak pernah terkalahkan sebagai Si Nomor Tiga. Selama aku masuk di asrama ini—tepatnya dua tahun lalu, posisiku tak pernah bergeser. Aku bukanlah Hyomi si ambisius itu, aku tak peduli dengan sebuah gelar nomor satu.

Aku adalah aku. Cho Kyuhyun yang cukup jenius untuk mempertahankan posisinya di nomor tiga tanpa mengurangi waktu bermain PSP. Aku hanya akan belajar jika aku ingin.
Suatu hari, aku pernah bertanya pada Kibum. Apa alasannya bersikeras tidak mau mengalah pada Hyomi yang sudah sangat membencinya itu. Aku tidak mengerti jalan pikiran laki-laki meski aku sendiri laki-laki, Kibum menjawab bahwa ia senang menunggu Hyomi terus mengejarnya—mengejar gelar nomor satu miliknya.

Kim Kibum mengatakan bahwa ia merasa bahagia. Aku tidak mengerti ketika ia mengatakan ada jutaan kupu-kupu yang menggelitik perutnya ketika ia melihat Hyomi terjatuh, merangkak, tertatih, dan berlari lagi. Hyomi melakukan itu hanya untuk mencapai satu tujuan. Menggapai dirinya—menggapai Kim Kibum.

Baru aku tahu beberapa hari kemudian bahwa sebenarnya teman satu kamarku itu menyimpan perasaan pada Si Ratu Ambisius. Aku ingin menertawainya, sungguh. Kupikir dia Si Jenius yang terlalu bodoh untuk berkata jujur. Kibum mengakui satu hal yang aneh padaku, dia bilang, semakin dia menyukai gadis itu, semakin ia ingin membuatnya terjatuh dan terlihat lemah. Alasannya? Agar dia menjadi satu-satunya laki-laki yang terlihat kuat bagi gadis yang disukainya.
Aneh? Ya. Jangan tanyakan padaku kenapa pemikiran bodoh itu keluar dari otak jeniusnya. Aku bukan dia.

Sebenarnya aku pun tak kalah bodoh dari Kibum. Dalam hati aku menertawakan tindakan bodoh Kibum yang memilih jalan seperti itu untuk meraih hati Hyomi, namun sesungguhnya aku sendiri menyukai gadis itu. Kebodohanku adalah tidak melakukan tindakan apapun. Sedikit pun.
Kupikir aku lebih terlihat menyedihkan daripada Lee Hyomi yang terus mengejar gelar dengan ambisi bodohnya. Melihat ia terjatuh dan berusaha untuk bangkit dan berlari lagi semakin membuatku mengagumi sosoknya. Tak peduli emosinya yang meluap-luap itu.

*****

Klak

Suara cokelat batangan yang ia patahkan dengan giginya terdengar sampai ke telingaku. Akhir-akhir ini Si Ratu Ambisius itu sering terlihat menikmati cokelat. Aku tidak tahu alasannya. Kudengar, cokelat bisa memperlambat penuaan—tapi aku yakin bukan itu alasannya memakan cokelat. Mungkin ia hanya ingin meredam keresahan hatinya dengan makanan manis itu.

Aku melihatnya di ujung lorong tak jauh dari tempatku berdiri. Ia melangkah bersama teman satu kamarnya—yang juga merupakan saudara kembarnya, Lee Hyojin. Mereka bukan kembar identik. Ketika pertama kali aku menginjakkan kaki di asrama ini, aku tak pernah berpikir bahwa mereka adalah saudara kembar, sungguh.

Lee Hyomi berbeda jauh dengan Lee Hyojin. Hyomi ahli dalam segala jenis pelajaran. IQ-nya pun lebih tinggi dariku. Sedangkan Hyojin, aku tak yakin akan menceritakan keanehan saudara kembarnya itu. Ia terkesan kelam. Dan katanya, ia bisa melihat hantu.

Dua gadis itu berhenti di depanku, tidak, kurasa hanya Hyomi yang berhenti, saudaranya hanya mengikuti. Gadis yang warna rambutnya terlihat mencolok itu memandangku dengan pandangan penuh intimidasi.

Klak

Sekali lagi, ia mematahkan cokelat batangan dengan giginya. Ia mengunyahnya seraya memperhatikanku dari bawah sampai atas.

“Kau—“ ia menunjuk wajahku dengan jari telunjuk. Tidak sopan. “Si Nomor Tiga, katakan pada teman satu kamarmu, aku tidak akan kalah darinya. Dua minggu lagi akan ada tes ujian, akan kupastikan aku yang akan menjadi nomor satu.” Ia melanjutkan kalimatnya dengan penuh penekanan.

“Aku mungkin memang Si Nomor Tiga, tapi kukatakan padamu, sekali lagi. Jangan panggil aku seperti itu. Namaku Cho Kyuhyun, aku memberitahumu sebagai antisipasi takut kepalamu lupa dengan namaku,” ujarku sarkastik.

Shireo. Itu membuat mulutku ingin muntah ketika mengatakannya. Bagaimana kalau aku mengganti julukanmu itu, hm? Aku yakin kau merasa terhina dengan julukan Si Nomor Tiga. Menyedihkan. Bagaimana kalau kupanggil kau dengan sebutan Si Pemuda PSP? Kurasa itu jauh lebih baik.”

Aku lupa mengatakan hal ini. Lee Hyomi bukan gadis yang lembut. Dia menyebalkan, sangat. Tapi itulah yang membuatnya terlihat unik. Ia gadis yang jenius namun terdengar sama sekali tidak menyekolahkan mulutnya. Ia selalu mengatakan apapun semaunya. Seenaknya.

“Mau kuberitahu sesuatu, nona? Kurasa aku tahu kenapa selama ini kau selalu menjadi nomor dua. Mulutmu. Kau tidak menjaga mulutmu. Aku yakin Kibum akan mempertahankan gelar nomor satunya. Ia tidak akan kalah oleh seorang gadis aneh yang ambisius sepertimu. Baginya, mungkin saja kau hanya seekor anjing yang beradu balap dengan kuda. Kau akan kalah. Selalu. Selamanya.” Aku mengatakannya dengan penuh penekanan.

Aku juga lupa mengatakan ini. Hubunganku dengannya tidak baik. Kami sering kali beradu mulut. Bagiku inilah hal yang paling menyenangkan tinggal di asrama orang-orang jenius.

“Aku tidak dapat memercayai kata-kata bodoh dari orang yang bahkan gelarnya berada di bawahku. Aku akan menjadi nomor satu dan aku yakin itu.” Ia tetap keukeuh. Ia memang seperti itu. Keras kepala.

“Bagaimana kalau aku yang merebut gelar nomor satu Kibum?”

Tidak. Aku ingin membuang mulutku yang berani-beraninya mengatakan itu. Aku terus merutuk dalam hati tanpa mengubah ekspresi wajahku.

“Kau mengalahkan Kibum? Jangan berkhayal. Kau bahkan tidak bisa mengalahkanku. Jangan membuat lelucon bodoh.”

“Kau mengatakan itu apa karena kau takut?”

Sial. Kenapa mulutku tak bisa kukendalikan?!

“Jangan bercanda. Aku hanya tidak ingin membuatmu malu. Tidak akan ada yang bisa merubah posisimu di sana. Tidak sama sekali.”

“Baiklah. Ayo bertaruh! Aku atau kau yang menjadi nomor satu. Jika aku berhasil, aku boleh meminta satu permintaan apapun padamu—kau pun begitu.”

Sepertinya aku benar-benar harus membuang mulutku sejauh mungkin.

Lee Hyomi menarik ujung bibirnya, ia menyeringai. Dan suara ‘Klak’ kembali terdengar kala ia kembali menggigit cokelat batangan itu. “Menarik. Tidak sabar rasanya melihatmu berteriak tanpa sehelai baju. Akan kupastikan kau akan bermimpi buruk selama kau tinggal di asrama ini.” Ia menyetujui tantangan bodohku. Hyomi melirik ke arah Hyojin lewat ekor matanya. “Apa yang kau lihat?” tanyanya, sepertinya ia bertanya pada saudara kembarnya.

“Hanya seonggok makhluk kerdil yang menempeli kaki kanannya.” Hyojin menjawab dengan wajah menyeramkan. Kaki kanan siapa yang ia maksud?

“Baiklah, Si Pemuda PSP, persiapkan dirimu menerima kekalahan dan menanggung malu.” Ia mengatakan itu sambil berlalu.

Aku terpaku. Apa-apaan ini? Bagaimana kalau aku kalah? Kenapa aku mengatakan hal bodoh?! Rasanya dunia berputar 180 derajat. Aku terjatuh. Aku jatuh sungguhan. Tersungkur ke lantai dengan kesadaran yang semakin menipis. Samar-samar kudengar suara tawa mengerikan. Sesosok makhluk kerdil. Di kaki kanan.

Tidak. Tidak. Tidak!
*****

Share 'Runner Up (Cerita Bersambung - Fanfiction Sparykyu)' On ...

Ditulis oleh: Alfy Maghfira - Senin, 17 November 2014

Belum ada komentar untuk "Runner Up (Cerita Bersambung - Fanfiction Sparykyu)"

Posting Komentar