My Books

My Books
Araska Publisher, 2014. Ellunar, 2014, 2015, 2015.
I LOVE KAMPUS FIKSI - #KAMPUSFIKSI12
Ceriwis-Keputusan Tepat

Ceriwis-Keputusan Tepat

Keputusan Tepat?
Hasil gambar untuk keputusan tepat
problem solving

Hari ini pertama kalinya aku mencoba hal baru. Entah beresiko atau tidak—semoga Allah menjauhkan saya dari segala perbuatan keji dan mungkar.
            Semoga terjadi hal yang baik
            Sudah tepat
            Jangan menyesal
            Jalani saja
            Lupakan
            Dan berdoalah
            Allah yang menentukan, manusia hanya berfirasat saja.

            

Ceriwis-Sore dicium Hujan

Sore dicium Hujan

Berapa juta kubik air yang turun, berapa banyak doa yang meluncur. Sore pada setiap sore selalu mampir ke POM Bensin RE Martadinata Tasikmalaya. Senyum si penjaga toilet terhalang oleh gerimis dari kejauhan, Sore masih bisa melihatnya.

            Sekitar 10 menit Sore keluar. Harusnya 2 ribu, ia punya sepuluh ribu. Penjaga Toilet mengambil kembalian dari dalam kotak. Gerimis semakin deras. Sore berlari kecil ke arah masjid di samping toilet. Di sana ada kesempatan; solat dan menulis.
            Di teras masjid ada sekitar 4 orang yang tertahan oleh hujan. Motor dibiarkan dicium hujan begitu saja. Di sudut kanan seorang bapak berusia 40-an larut oleh androidnya. Tak lama muncul anak kecil berambut keriwil bersama ibunya yang dijemput sang ayah dengan payung merah menuju avanza. Di tepi teras ada sepasang mahasiswa yang ikut membuka laptop mereka setelah Sore sejak beberapa menit lalu mulai menulis menggunakan laptop.
            Gerimis tak kunjung reda. Haruskah hujan menciumi Sore pada sore itu? Menunggu bisa menjadi hal buruk untuk siapa saja, apalagi menunggu hujan yang tak tahu kapan hilang? Langit pun tak sedikit pun memberi pesan akan segera mengusir awan. Sore pada sore itu ingin memastikan menunggu adalah sebuah kesempatan. Jika hanya menunggu sambil sibuk melirik jam, tentu Sore akan kesal.
            Sejak tadi Sore terdiam pada sore yang sepi, dingin dan basah. Sore ingin pulang tanpa diciumi hujan.

Tasikmalaya, 2 Pebuari 2018

            

Ceriwis-Kartu Kuning Pak Jokowi dari Zaadit

Kartu Kuning Pak Jokowi dari Zaadit

Baru jam dua dinihari. Saya cek dulu handphone, wah twitter masih ramai gara-gara kartu kuningnya ketua BEM UI—Zaadit Taqwa. Lak-laki berbatik merah dengan perawakan gempal ini berdiri tak gentar di garda terdepan sembari mengacungkan sebuah kartu kuning pada Presiden Jokowi layaknya wasit.

            Ada apakah dengan Jokowi? Saya tidak pernah benar-benar tahu sebenarnya bagaimana aslinya presiden negara Indonesia tersebut? Yang diketaui ya dia seorang presiden yang katanya humble dan beprestasi semasa menjabat walikota Solo.
            Lalu faedahnya apa ngasih kartu kuning buat Jokowi? Namun kartu tersebut bukan kartu sehat, kartu pintar, kartu ATM, apalagi kartu kredit. Bisa saja itu kartu yang sudah dicoreti surat cinta layaknya Dilan buat Milea—aku sayang kamu, aku tidak mau kamu lengser begitu saja. Jadi kukartu kuning saja, biar Bapak hati-hati.
            Dengan segala drama yang terjadi selama rezim Jokowi—mungkin saja ini adalah puncak apresiasi dari Zaadit. Kalau saya masih membubuhi kata ‘mungkin saja’ nggak boleh dong menghakimi rezim Jokowi itu penuh drama.
            Dunia ini semakin hari kok semakin blur saja. Kepercayaan sudah terombang-ambing. Ingin bersikap netral tapi selalu berat sebelah—hati mana yang tidak bisa berat? Namanya juga manusia.
            Kemarin saya bertanya pada salah satu temanku, dia mahasiswa UI juga, begini tanyaku; “Kamu dukung siapa nih?”
            Dia,”Nggak. Hahahah. Aneh saja katanya mau janjian ketemuan. Tapi kok presidennya dipermaluin gitu.”
            Ah, mulutmu bilang enggak. Tapi hatimu jelas berat ke siapa. Yasudahlah, saya simpan saja kata-kata itu dalam hati.

Tasikmalaya, 4 Februari 2018