My Books

My Books
Araska Publisher, 2014. Ellunar, 2014, 2015, 2015.
I LOVE KAMPUS FIKSI - #KAMPUSFIKSI12

[Cerpen] Cinderella Tanpa Sepatu Kaca

Cinderella Tanpa Sepatu Kaca
(Alfy Maghfira)

Dan mereka hidup bahagia selamanya....
Begitulah dongeng berakhir. Pangeran akhirnya menemukan kaki seorang wanita yang pas menyusupi lekuk sepatu kaca yang ditinggalkan sang putri di pesta dansa. Sepatu kaca nan indah, melambangkan keanggunan dan kemewahan sang pujaan hati yang didamba, hingga dicari sampai pelosok negeri.
cerpen
Cinderella

            Siapa sangka, si pemilik sepatu kaca itu adalah seorang wanita cemong, compang-camping yang hidup di depan bara api dan dininabobokan oleh cericit tikus-tikus. Cinderallah, si manusia abu-abu. Dongeng akan selalu berakhir bahagia.
            Naza yang sedang menjala airmata sejak pagi buta hingga senja menjadi gelap, karena rupanya tak sehalus sutra yang ditenun, ataupun tak secemerlang supernova. Mata lelaki itu terlalu lemah menahan serangan tabur bintang yang menghiasi wajah wanita yang baru dikenalinya.
            Mariana, wanita yang ia temui dua hari lalu di depan layar bioskop. Semenarik apa pun adegan klise di film itu, mata lelaki itu tak pernah berkedip mencari titk sempurna dari wanita yang duduk disampingnya. Hanya malam itu saja ia terkena demensia. Tak sadar ada bayangan lama yang selama ini terus bersamanya.
            Jala airmata di pipi ini akhirnya membentuk kesedihan dan kebencian. Kemudian ia berjalan keluar dari kamar, memasuki kebun belakang. Berharap bisa menemukan ibu peri yang konon menyihir Cinderella yang kumal itu menjadi sebening supernova.
            Teriakannya memecah keheningan malam.
            Krik!
            Krik!
            Rupanya suara jangkrik membodohinya sebagai ibu peri. Kemudian ia berlari menghampiri kolam ikan yang berada di depan mata. Putik-putik embun matanya berjejalan dan berjatuhan ke atas kolam. Riak air terlihat menggoyangkan pantulan wajah wanita itu yang tak rupawan.
            Seketika  ia pukul air itu hingga memercik wajah. Rasanya ingin diremas saja wajah berminyaknya. Sekeras apa pun tangis mengudara, tetap saja tak pernah ada ibu peri yang mau meminjamkan sepatu kaca untuknya.
            “Dasar manusia kurap!” ia menendang sebuah buah melon yang tergeletak di atas tanah. Harusnya melon itu besok dipanen, tapi ia tak mau memanennya. Ia pikir melon itu berguna untuk disihir jadi kereta kencana. Biarkan saja jadi busuk, toh ibu peri bisa melakukan segalanya.
            Lantai dingin berselimut salju pun mulai ia rasakan menusuk pembuluh darah kaki-nya. Kaki yang pucat bertelanjang, tanpa sepasang sepatu. Tubuhnya mendadak seakan terkena mantra sihir, seluruh jengkal tubuhnya berkilau bak permata. Lalu tiba-tiba saja salah satu melon di kebunnya mengembang dan meledak berkilauan menjadi kereta kencana.
            Rupanya peri salju datang dan menyihir segalanya. Minyak jelantah yang dulunya merapal wajah wanita itu, kini hilang dan rupanya beraura serupa bintang-bintang.
            Peri berukuran kecil itu pun terbang ke sana-kemari bagai lalat yang menggoda. Wanita itu merekahkan senyumnya bak mawar yang bermekaran di musim semi. Semuanya sudah berubah, wanita itu berbalut gaun biru nan mewah, bertaburan permata. Hingga jika kau pandangi ia dari ratusan meter, matamu kan terkena siluetnya. Silau, hanya pancaran wajahnya yang nampak bisa kau pandangi.
            Ia melangkah, namun tetap saja kakinya merasa ditusuk-tusuk kristal salju. Kening wanita itu mengernyit, kenapa ia masih bertelanjang kaki?
            “Ibu Peri, aku ingin sepasang sepatu,” pintanya sembari menjinjit gaun birunya yang terjuntai hingga lantai.
            Peri kecil itu tertawa melengking hingga suaranya terpantul ke mana-mana. Wanita itu cukup merengutkan wajah, ngeri dengan suara yang lebih mirip hantu.
            “Sayangnya, aku tidak bisa membuatkan sepatu itu untukmu,” katanya sambil mengitari wanita itu dengan menggunakan kedua sayapnya yang tipis sekali.
            “Kenapa? Bukankah Cinderella harus memakai sepatu kaca?”
            Peri itu tertawa kembali. Kemudian terbang lebih dekat dan hinggap di pangkal hidung wanita itu. “Memangnya untuk apa sepatu kaca?”
            “Bukan Cinderella namanya kalau tidak punya sepatu kaca, Peri,” jawab wanita itu. Ia tampak merengek dan memohon pengertian.
            “Pergilah! Kau akan tahu jawabannya nanti!” Ibu Peri lekas mendorongnya memasuki kereta kencana berlapis emas dan mutiara.
            “Ta—tapi...,” suaranya tak tersampaikan saat keretanya melesat melindasi jalanan yang sepi.
            “Jangan lupa! Kalau kau tidak mau ketahuan, kau harus pulang saat jam dua belas tepat!!” teriak Ibu Peri.

***

Sepanjang jalanan yang ditumbuhi pohon-pohon ek, maple dan ginkgo.... sepanjang itu pula jalanan penuh dengan hamparan dedaunan musim gugur. Kuning keemasan. Bak permadani yang sudah menyambut kereta kencana itu sudah sejak lama.
            Naza yang berubah menjadi Cinderella pun senangnya tak terperi, namun ada kegelisahan dalam hati. Sepasang matanya yang lancip seperti buah zaitun terus memandangi kedua kaki-nya yang telanjang. tak bersepatu kaca. Meskipun gaun bertabur permata, tapi ia tak bisa percaya diri jika harus melangkah dengan kaki yang kosong.
            Kecemasan pun semakin meradang saat denting lonceng pesta kerajaan mulai terdengar. Jarak semakin dekat. Bayang kerucut atap kerajaan terlihat mencakar ke langit-langit. Bendera-bendera berkibaran menghibur bintang yang bertaburan. Keringat Naza semakin mendesak pori-pori. Ia tak pernah setegang ini dalam hidupnya.
            “Bukakan pintunya!” teriak sang kusir setelah kereta hampir mendekati gerbang raksasa.
            Gerbang itu terbuka dengan gagahnya. Jalanan terbentang kembali. Di ujung jalan terdapat tangga berlapis karpet merah. Wanita dalam kereta dipersilakan melangkah keluar, tapi ia tercekat sesaat—terus memandangi kakinya yang pucat.
            Ia memicing—mengerahkan keberanian. Naza merasa aneh, baru kali ini ia harus bertelanjang kaki ke pesta dansa. Akhirnya ia mendorong pintu utama, semua tamu undangan kini menjadikannya sebagai sumbu perhatian. Wajah yang berubah menjadi seperti kilau permata itu nyaris seperti ditaburi bunga orchad, semburat merah-merona.
            Ia terus berjalan, tanpa semua orang sadari kakinya bertelanjang. Mereka terus menelanjangi sisi terbaik dari Naza, yaitu wajahnya yang bersinar seperti supernova. Lalu bisik-bisik kekaguman bersahut-sahutan dari mulut mereka. Wow! Khayalan Naza sunggu luar biasa!
            Dari titik singgasana kerajaan seorang pangeran berambut pirang dengan pakaian merah-nya tampak gagah menuju satu-satunya wanita yang memikat hati di pesta dansa. Sepasang matanya yang tegas terlihat berdebur hinggap ke arah Naza. Senyumnya yang selebar dunia ini tak berkurang barang satu senti pun. Ia nyaris gila dan buta akan sekeliling dunia di sekitarnya.
            Sang pangeran menekuk sedikit lutut belakangnya lalu menawarkan tangan untuk Naza. Wanita itu merengkuh tangan pangeran dengan lemah gemulai, pangeran mengecup punggung tangan Naza sembari terus mengarahkan belaian matanya pada wanita ajnabi yang baru pertama kali dilihatnya.
            “Maukah kau berdansa denganku?” tawarnya seakan selurik kalimat itu lebih indah daripada nyanyian merdu di telinga Naza.
            Semua mata terus memandangi mereka berdua. Ada yang menatap perih, mengilat-marah, cemburu dan data-datar saja. Naza lupa akan kakinya yang kini bertelanjang menginjak lantai mewah pesta dansa. Ia bergerak gemulai, tangan saling ditautkan dengan Pangeran. Pria itu tersenyum terbuai oleh sihir kecantikan sang peri. Tak peduli, siapa pun wanita yang kini beputar-berdansa dengannya, hari ini ia tersihir oleh pendaran kedua matanya.
            “Siapa kau?” keduamatanya yang tegas terus melekat kuat menyelami apa yang ada di balik tatapan Naza.
            Bibir ranum Naza sedikit mekar saat ia takjub menatap kedua manik mata sang pangeran. Pertanyaan itu membuat Naza berpikir keras, apa yang harus dijawabnya. Jujur atau bohong? Seandainya Pengeran tahu tentang dirinya, sudikah ia tetap menautkan tangannya dengan Naza? Perlahan Naza merenggangkan jaraknya dengan Pangeran.
            “Seorang wanita yang berharap kau menatapku,” tandas Naza menyisakan kesan ambigu.
            “Aku sudah menatapmu. Jadi siapa namamu? Darimana kau?” lanjut Pangeran memberondong rasa penasarannya.
            Suasana pesta dansa semakin riuh. Semua orang mulai berpasang-pasang seiring irama musik berubah menjadi penuh gairah tidak semelow saat Pangeran dan Naza berdansa. Di sudut ruangan terdengar dentingan gelas yang saling disinggungkan—tanda kebersamaan setiap bangwasan. Tak lupa suara gelak tawa terdengar bersahut-sahutan mendengar salah satu dari mereka berlelucon. Hanya dua manusia di tengah lantai dansa yang saling menatap, diam seribu bahasa. Menebak pikiran masing-masing dan sang pangeran terus bertanya dalam benak. Siapakah gerangan?
            “Aku....”
            Teng! Teng! Teng!
            Raungan lonceng jam memasuki tengah malam membuat segalanya tercekat, semua mendengar bunyi itu. Termasuk dengan Naza, gadis itu gelisah dan jantung berdegup kencang. Sebuah dentuman yang kan menelanjangi siapa ia sebenarnya. Menguak seluruh kepalsuan yang menjadi topengnya. Naza menatap pangeran sesaat dan berlari—berlomba bersama waktu.
            Baru kali ini merasa sangat takut terhadap waktu yang terus berjalan. Seolah setiap detik itu siap membinasakan seluruh mimpinya jika sedetik saja terlambat. Naza terus berlari, tak peduli Pangeran terus berteriak-teriak dan memintanya berhenti. Behenti pada waktu yang teramat mengerikan baginya. Jika ia berhenti berlari, dan membiarkan waktu menjawabnya... ia takut segalanya tak sesuai dengan harapan. Ia tak percaya dengan keadaan dirinya dan pada hati sang pangeran.
            Saat pelariannya dari Pangeran, Naza harus melandai puluhan anak tangga yang sebelumnya terlihat mewah saat ia pertama kali masuk ke istana. Ia sekarang tak bisa menikmati setiap jalan yang dilaluinya meskipun berlapis permadani, ia risau karena waktu untuknya semakin sempit dan terus mendesaknya untuk berlari dan sembunyi.
            “Tutup gerbangnya!!” teriak sang pangeran kejauhan.
            Pori-pori kulit Naza terus diluapi keringat yang mulai melindapi pelipisnya. Dada yang berdebar sesak. Ia mencari-cari kereta kencana di pelataran istana, kedua pengawalnya dan seorang kusir yang telah mengantarkannya. Tapi... mereka tidak ada! Mereka tidak ada! Naza sadar ia telah kehabisan waktu,  segalanya telah terenggut waktu.
            Gaun birunya yang mewah nun elegan kini berubah kembali menjadi gaun pink yang compang-camping. Wajahnya yang berseri seperti permata, kembali ke asal—mengilat dihinggapi minyak. Rambutnya pun tak sehalus sutra lagi, kusut seperti benang. Ia bukan siapa-siapa lagi.
            “Di mana dia??” Pangeran sudah tiba di pelataran istana. Sepasang matanya mencari-cari wanita cantik nun megah yang baru saja merenggut hatinya. Tidak ada. Tidak ada siapa-siapa, hanya ada seorang wanita berpakaian kumal yang berdiri di depannya.
            Naza tertunduk malu. Ini jauh lebih menegangkan dari pada harus berhadapan dengan seorang algojo. Pangeran lalu memicingkan mata, menerawang siapa wanita itu. Wanita itu terlihat sama sekali tak pantas berdiri di atas megahnya tanah istana.
            “Siapa kau?” tanya Pangeran terdengar angkuh.
            Nada suaranya terdengar asing—terdengar suram dan mengerikan daripada saat Pangeran bertanya saat ia masih dikelilingi sihir ibu peri.
            “Ak—aku...,” lidah Naza tercekat. Ia tak mampu menandaskan ucapannya dan mengakui siapa ia sebenarnya.
            Seandainya ia memiliki sepatu kaca, pasti ia dengan mudah akan membuat Pangeran percaya bahwa ia adalah wanita yang telah berdansa dengannya. Tapi ia tak seberuntung itu. Tak secuil pun sisa-sisa sihir itu tertinggal padanya. Tak ada.
            “Katakan! Atau... kau... ini penyusup, hah?!” desis Pangeran. Nada suaranya penuh dengan kecurigaan. Dunia ini terlalu semu untuk mempercayai dan terlena pada setaip orang. Apalagi ia seorang Pangeran, bisa saja wanita compang-camping ini hanya topeng belaka dan tenyata seorang utusan dari musuhnya.
            “Ti—tidak... bukan itu, Pangeran. Sa—saya bukan penyusup. Su-sungguh,” sanggah Naza. Keduamatanya nanar, entah dengan cara seperti apa ia harus mengatakan siapa ia sebenarnya. Padahal waktu telah memberikannya kesempatan untuk mengatakan kejujuran pada Pangeran saat ia masih bermandikan kemewahan. Tapi ia menyia-nyiakan waktu itu, ia tak jujur secepatnya.
            Dan... jika sekarang Naza jujur, apa ia akan percaya?
            “Lalu kau siapa?” tatapan Pangeran mengintimidasi.
            “Sa-saya... wanita yang tadi berdansa denganmu, Yang Mulia,” tukas Naza. Ekor matanya mulai dijatuhi embun-embun hangat. Ia harap Pangeran mampu mengenalinya meskipun wujudnya jauh dari kata cantik nun anggun.
            Mata Pangeran seakan melonjak, dan tiba-tiba suaranya tergelak memecah keheningan malam. Lelucon! Ini benar-benar lelucon! Kemudian ia menatap nyinyir Naza sembari tersenyum sinis, “jangan berbual dan jangan bermimpi! Kau kira aku ini buta?!!” Suaranya penuh dengan penekanan.
            Jantung Naza seakan tergodam, remuk-redam! Pangeran tak mengenali ataupun mempercayainya. Ia menutup mulut, tak percaya. Bagaimana bisa? Bukankah Pangeran terlihat jatuh hati padanya saat berdansa tadi. Sekarang dada Naza terasa termega-megap, ia merasa sesak mengetahui kenyataan ini.
            “Tangkap dia!!!”
            “Yang Mulia, saya... Naza, wanita yang berdansa dengan Anda. Kumohon, percayalah!” teriak Naza, saat tubuhnya mulai diseret paksa oleh para pengawal kerajaan.
            “Penipu,” desis Pangeran sembari berbalik meninggalkan Naza.
            Lalu tatapan macam apa tadi? Apa itu hanya tatapan ilusi, yang penuh dengan kebohongan, terlena dengan kepalsuan yang Naza usung di depan matanya. Menyembunyikan hal terjujur dari dirinya. Pangeran tak pernah benar-benar jatuh cinta dan percaya pada pandangan pertama. Ia hanya percaya akan keindahan fatamorgana yang dlihatnya tapi menghilang sekejap mata. Fatamorgana yang sesungguhnya adalah Naza yang tercampakan karena tak menyisakan jejak sedikit pun. Memang siapa yang mau percaya dengan dongeng Cinderella?
            Naza meringkuk diri dalam jeruji besi, di atas jerami seperti binatang ternak yang siap dikuliti. Meniti airmata yang telus menjala di pipi—menyesali waktu yang digunakan dengan kepalsuan. Hanya kejujuran yang kan memancing terkasih kan datang kepadanya.

            

[Resensi] My Phobia Princess : Kebersamaan dan Kepercayaan

[Resensi] My Phobia Princess : Kebersamaan dan Kepercayaan
resensi
sumber: lovya93.blogspot.com

Judul                : My Phobia Princess
Genre               : Korean Romance, Young-Adult
Penulis             : Lovya Diani
Editor               : Cicilia Prima
Tahun Terbit    : Desember 2015 Cetakan Pertama
Penerbit           : Grasindo
Tebal               : 264
ISBN                : 978-602-375-292-8
Harga               : Rp. 60.000

Sinopsis
Ahn Ye Rin, seorang mahasiswi berusia 19 tahun, merasa hidupnya benar-benar sial karena memiliki fobia aneh. Ia menderita athazagoraphobia, sebuah ketakutan besar dimana ia begitu tersiksa bila orang yang ia sayangi mengabaikan atau melupakannya. Hingga hal mengejutkan pun terjadi saat kedua orang tuanya mengusahakan sebuah pengobatan untuknya, pengobatan yang menurutnya sangat konyol; menjodohkannya dengan seorang pria berusia 29 tahun agar fobia aneh yang ia miliki bisa segera sembuh.

Awalnya Ye Rin bersikeras untuk menolak perjodohan itu, namun saat Ye Rin tahu jika orang yang akan dijodohkan dengannya adalah Lee Donghae–dokter spesialis bedah yang begitu tampan dan berkarisma, ia malah tak bisa berkutik lagi. Bahkan baru kali ini Ye Rin merasa fobia yang ia miliki tidak sepenuhnya memberinya kesialan, namun malah menguntungkannya karena telah mempertemukan ia dengan pria tampan itu.
Tetapi disaat semuanya mulai membaik, bahkan disaat Donghae mulai menjadi sosok penyembuh untuk fobia Ye Rin, sebuah awan hitam pun muncul di tengah kebahagiaan Ye Rin. Awan hitam yang siap menjauhkannya dengan Donghae. Awan hitam yang siap membuat hidup Ye Rin menjadi buruk, bahkan lebih buruk dari fobia yang ia alami. Membuat Ye Rin berpikir, seharusnya perjodohan itu…. tak pernah ada.
***
My Phobia Princess sebuah novel yang merupakan salah satu pemenang #PSA3. Sayembara menulis novel Korea. Teruntuk Lovya Diani selamat karena novelnya sudah berhasil diterbitkan.

Untuk cover menurut saya cukup elegan unik. Di mana ekspresi seorang gadis berambut sebahu terlihat cemas dan gelisah itu menunjukkan judul novel ini yaitu fobia. My Phobia Princess memiliki 2 tokoh utama yaitu [1] Ahn Yerin mahasiswi berusia 19 tahun yang memiliki kelainan athazagoraphobia, [2] Lee Donghae berusia 29 tahun seorang dokter bedah yang hangat dan penuh perhatian. Selain itu terdapat dua tokoh lainnya yaitu [3] Lee Eun-Bi, usianya sepapak dengan Yerin. Ia ekspresif, emosional, ambisius dan pendendam [4] Choi Dae-Hyun seorang dokter kejiwaan yang merupakan sahabat Lee Donghae. Ia seorang sanguinis, yang mudah marah tapi perhatian.

***
Cerita diawali dengan kekhawatiran keduaorangtua Yerin karena cemas harus meninggalkan putrinya ke luar negeri. Yerin adalah penderita athazagoraphobia: sebauh fobia di mana penderita merasa takut dilupakan, diabaikan dan tidak dipedulikan. Hal itu berawal dari intensitas orangtuanya meninggalkan Yerin ke luar kota atau luar negeri sejak kecil,  oleh karena itu mereka berinisiatif untuk menjodohkan Yerin dengan Lee Donghae—agar Yerin terjaga oleh perhatian Donghae selama orangtua Yerin pergi.
            Awalnya Yerin sempat menolak mencak-mencak saat mengetahui akan dijodohkan dengan seorang pria yang usianya terpaut 10 tahun lebih tua dari Yerin. Tapi perjumpaan perdana dengan Lee Donghae, membuat Yerin terkesima karena Lee Donghae adalah pria tampan yang terlihat lebih muda dari umurnya.
            Seakan dunia lebih sempit dari lubang jarum, ternyata Donghae adalah kakak dari Lee Eun-Bi—teman sekampus Yerin. Semuanya berjalan dengan lancar, Yerin yang semula keras kepala, akhirnya luluh dan bertunangan dengan Donghae. Salah satu kebiasaaan Eun-Bi: mengantarkan makanan untuk Donghae praktis harus digantikan oleh Yerin. Perlahan tapi pasti Yerin mulai jatuh hati pada Donghae, begitupula Donghae.
            Tapi di rumah sakit ada seorang dokter muda bernama Choi Dae-Hyun—dokter kejiwaan sekaligus sahabat Donghae—yang bertemu dengan Yerin dalam atmosfer yang menyebalkan bagi Yerin. Pria itu di matanya bertolak belakang dengan Donghae yang lemah lembut dan perhatian.
            Diam-diam Eun-Bi menyukai Dae-Hyun, tapi kekecewaan-kecemburuan-kebencian mulai meretas dari hatinya saat mengetahui pria itu menyukai Yerin. Perangai Eun-Bi yang semula ceria, hangat dan bersahabat dengan Yerin berubah drastis. Ia mulai membenci Yerin—menuduh telah merenggut semua kasih sayang Donghae juga Dae-Hyun.
            Rupanya di sini Eun-Bi berubah menjadi tokoh yang antagonis, jebakan-jebakan mulai ia lancarkan terhadap Yerin untuk menjauhkannya dari Donghae-DaeHyun.
***
Keunikan Phobia My Princess
1.      Ide      
Athazagoraphobia—sebuah fobia yang cukup unik diusung oleh penulis. Di mana seorang gadis takut diabaikan-dilupakan. Sebenarnya jika pembaca mau lebih jeli terhadap fobia ini, ternyata fobia ini hampir dimiliki oleh seluruh manusia. Terutama saat menginjak fase remaja, saat pubertas terjadi.
            Rata-rata Athazagoraphobia muncul saat seseorang sering kali patah hati atau diputuskan oleh pacaranya. Akibatnya sulit untuk percaya terhadap orang lain yang ada di sampingnya. Hanya saja tingkat ketakutan itu berbeda-beda, ada yang akut atau biasa-biasa saja hanya sekedar syndrom sesaat.
2.      Gaya Bahasa
Gaya bahasa penulis terasa ringan dan mengalir. Jadi saya cukup menikmatinya tanpa berpusing-pusing ria menyelami setiap kata. Hanya saja, menurut saya masih kurang efektif dalam menyampaikan.
3.      Jenjang umur antar tokoh
Saya cukup tertarik dengan kesenjangan umur antara Donghae dengan Yerin, yaitu terpaut 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa cinta tak pernah memandang usia. Tapi dewasa ini, kebanyakan anak muda selalu mematok umur dengan beralasan takut ketuaan atau terlalu kekanakan. Padahal cinta bisa datang kapan saja dan pada siapa saja tanpa memandang usia.
4.      Perubahan Watak Tokoh
Di sini saya menyoroti tokoh Lee Eun-Bi yang menurut saya lebih mencolok dari yang lain. Dari awal ia merupakan tokoh protagonis, lalu berubah menjadi antagonis saat sesuatu yang tak bisa dimilikinya direnggut oleh orang lain.

Peran Fobia Dalam Cerita
Fobia yang menjadi dasar ide cerita ini menurut saya cukup unik. Di mana Yerin selalu ingin diperhatikan dan tak suka diabaikan. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, yang tak bisa hidup sendiri. Dalam novel ini cerita menunjukkan kepercayaan yang terpenting dalam membuat relationship. Percaya bahwa orang itu adalah orang yang tepat untuk mengusir seluruh kegelisahannya, orang yang akan memberikan seluruh jiwa dan raganya demi kebersamaan seperti Lee Donghae.
            Lovya Diani pun, menyelipkan sebuah kecemburuan Eun-Bi terhadap Yerin. Sadar tidak sadar, sesungguhnya yang dialami Eun-Bi saat merasa kehilangan perhatian Donghae dan harapan terhadap Dae-Hyun merupakan bentuk dari Athazarogophobia. Jadi memang betul, fobia ini pada dasarnya menjangkit hampir seluruh manusia.
Asmara Antara Tokoh
Bagi saya chemistry antar Donghae-Yerin masih kurang greget. Karena hal itu ditunjang dengan karakter Donghae yang belum menonjol. Saya lebih suka Lovya Diani membangun karakter Cho Kyu-Hyun di novel My Possesive Prince.
            Saya cukup kecewa kenapa Yerin begitu mudahnya jatuh cinta pada Donghae? Karena diceritakan fobia Yerin begitu akut. Tapi di sini Yerin seolah langsung percaya saja pada Donghae. Fobia ini terbilang sulit sekali untuk percaya dan menerima orang lain di hidupnya, apalagi itu orang asing. Lagi-lagi tadinya saya berharap akan ada konflik di mana Yerin terus-terusan menolak untuk menerima Donghae dalam hidupnya dan tidak mudah untuk jatuh cinta.
            Tapi saya cukup terkesan dengan konflik yang ditimbulkan Eun-Bi karena cerita mulai memasuki klimaks, apalagi saat memutuskan mencelakakan Yerin karena terbakar api cemburu.
Rasa-rasa Korea
Rasa-rasa Korea dalam novel ini ada saat adegan tokoh sedang makan. Salah satunya ada Gimbab—makanan yang berupa nasi digulung oleh Gim (rumput laut) isinya bisa berisi udang, daging, wortel. Namun saya kurang puas membangun imajinasi latar cerita, di mana Seoul hanya diceritakan secara umum tidak spesifikasi, jadi menurut saya deskripsi latar Korea masih kurang kentara.
Typo
Terdapat satu typo yang saya temukan:
“....yang terkejut dan sdikit kaget.” [Halaman 20]
Kesimpulan
Novel ini cukup baik untuk dinikmati. Kesimpulan bagi saya, ketakutan apa pun yang menghadang diri. Namun jika kebersamaan dan kepercayaan menyertai segalanya pun akan terasa indah.


Cerpen-Melaju Di Atas Jalan

Melaju Di Atas Jalan
(Alfy Maghfira)

Hari ini, tangisku terus keluar memecah keheningan—menumpahkan seluruh lelah dan letih yang tertanam di dada. Dalam laju perjalanan pulang ke rumah di bawah lengkungan langit bersemburat jingga, tanganku yang mencengkeram roda kemudi perlahan mengendur, membiarkannya melaju sesuai hati ini.
jalan
Jalan

            Airmata yang membuat perjalanan ini melambat, namun suara klakson kendaraan lain pun menyadarkanku saat laju roda ini melenceng ke tempat yang berbahaya. Ia memperingatiku, dan aku tahu harus kembali  melindasi jalan yang aman dan semestinya.
            Sedikit menengadah, bantalan awan terlihat merayap menyisir langit seirama dengan lajuku yang terus berjalan, banyak hal yang kulewati, ada yang memikat dan memuakkan. Lalu sering pula aku berpapasan dengan pengendara yang lain, ada yang tancap gas seperti kesetanan adapula yang begitu lambat seperti ulat. Semua memiliki cara masing-masing begitupula aku.
Hari ini aku pulang dengan hati yang disesaki amarah, kebencian dan kecemburuan. Jalanan yang terbentang ini memamerkan spektrum-spektrum yang berbeda-beda, perbedaan itu pun membuat perjalanan ini kusadari tak begitu menjemukan. Seandainya semua itu tak ada, bumi ini pasti sudah terlalu monoton untuk dilalui.
Kulihat ada beberapa rumah yang membuatku semakin cemburu, seorang anak mengetuk pintu dan sang ibu datang memeluknya-menciuminya dan menanyakan apa saja yang dilakukannya hari ini, apakah lancar atau tidak. Adapula rumah yang begitu senyap, hanya dedaunan kering yang terempas angin  menyambutnya. Aku memahami orang sepertinya pastilah merasa malas hanya untuk pulang ke rumahnya sendiri.
“Hai, cepetan! Kok lambat banget bawa mobilnya!!” teriak seorang pengendara dari arah belakang.
Teriakan itu menyentakku untuk tidak membiarkan yang lain terhalangi jalannya karena keegoisanku yang terlena dengan apa yang kulihat di depan mata. Adakalanya tak mesti selalu melihat yang lain, jalanan harus terus kusisir, kupilih, dan kupastikan ke manakah laju ini kan melindas.
Tak terasa langit sudah dikawinkan dengan kegelapan. Jalanan pun semakin lama semakin tertelan pekatnya malam, aku perlu memendarkan lampu kendaraanku, menyoroti ke mana arah yang ingin kutuju, yang aman dan tak membuat celaka pengendara lain. Hidup ini kusadari tak cukup hanya berbekal tubuh saja, mutlaknya perlu perlengkapan.
Dalam keadaan yang dipeluk sepi, terkadang menjemukan hanya menatap betapa genitnya kedipan bintang, betapa beningnya supernova, betapa gemerlapnya pendaran cahaya gedung dan perumahan jika di sampingku hanya bertemankan angin. Aku butuh berceracau untuk mengisi kekosongan ini.
            Aku pasti akan tersenyum selebar dunia ini jika di atas laju jalan ini ada seseorang yang merecokiku, “Jangan ngebut-ngebut!!” Aku tahu dia gusar, jika aku terlalu tergesa-gesa menjalani hidup ini. Pasti dia akan mendengus kembali seperti ini, “Aku enggak mau mati sekarang!”
            Semua ingin mati dengan cara yang elegan.



Underline: Personifikasi

Resensi I Am You : Forever Yours Cinta Menyisihkan Ego

Resensi I Am You : Forever Yours
Cinta Menyisihkan Ego
Judul Novel     : I Am You : Forever Yours
Genre              : Romance Japan, komedi, Young-Adult.
Penulis             : Ty SakuMoto
Tahun Terbit    : Desember 2015
Penerbit           : Grasindo Kompas Gramedia
Tebal               : 317 halaman
ISBN               : 978-602-375-283-6
Harga              : Rp. 66000
Sinopsis
novel
I Am You : Forever Yours

Awalnya Hoshiko dan Mamoru bermaksud membatalkan pernikahan. Namun, keduanya malah harus menjalani pernikahan percobaan dan
bertemu dengan konsultan ajaib bernama lala Lambada. lala memaksa mereka menjalani hari-hari pernikahan dengan tugas-tugas aneh. Keduanya terpaksa saling memuji, menyatakan cinta, melakukan foto pranikah, bahkan berbulan madu! Seiring waktu, ternyata bunga-bunga cinta mulai tumbuh di hati Hoshiko. Namun, bagaimana ia bisa menang jika saingannya si cantik Ayane? Apalagi Shoji yang baik hati itu menyatakan perasaan kepadanya. Belum lagi, ternyata Mamoru masih sering membuatnya kecewa, Apakah Hoshiko harus mempertahankan perasaanya? Atau melupakan semua mimpinya? Barbagai kejadian penuh kejutan kembali mengisi hari-hari Hoshiko dan Mamoru sebagai pasangan suami istri. Impian dan cinta memang harus diperjuangkan sebelum setiap orang bisa bahagia.
***
Novel I Am You : Forever Yours—merupakan bagian dari novel I Am You seri ke-3 yang ditulis oleh Ty SakuMoto dengan nama pena lain Kyria. Sebuah kisah berlatar negeri sakura tentang dua orang manusia yang terjebak dalam keadaan yang memaksa kehidupan mereka harus disatukan.
            Di seri yang ke-3 tiga diceritakan Makino Hoshiko [20 tahun] istri dari Shirota Mamoru [27 tahun] telah membuat kesepakatan untuk mengakhiri pernikahan mereka setelah di novel I Am You seri pertama jiwa mereka tertukar dan kembali ke tubuh masing-masing di akhir cerita I Am You seri ke-2.
            Rupanya gugatan perceraian mereka tidak bisa diterima pengadilan karena alasan yang tak masuk akul mengingat usia pernikahan yang terlalu singkat untuk diakhiri. Oleh karena itu lagi-lagi Hoshiko dan Mamoru harus memperpanjang ikatan pernikahan mereka hingga tiga bulan kedepan yang diawasi oleh Lala Lambada—seorang konsultan pernikahan yang sukses membuat rumah tangga klien-nya bertahan kembali.
            Jauh di lubuk hati Hoshiko sebenarnya berharap masih bisa bersama dengan Mamoru lebih lama lagi, begitu pula dengan Mamoru. Namun ego dan gengsi yang lebih menguasai pikiran hati mereka malah mengalahkan cinta mereka.
Hal-hal yang menarik:
1.      Karakter Tokoh
Hal yang paling membuat saya bertahan membaca novel ini hingga seri ke-3 adalah penulis yang tidak pernah gagal membangun karakter tokoh, baik tokoh utama ataupun figuran. Tidak hanya Mamoru dan Hoshiko yang membekas diingatan saya, tapi juga tokoh Lala Lambada, saya sempat tertawa berkali-kali dengan gaya bicaranya. Jujur saja, saya merasaa sedang menonton drama. Seakan setiap tokoh memiliki nyawanya masing-masing.
2.      Benang Merah
Novel setebal I Am You seri ke-3 bagi saya memiliki benang merah peristiwa di setiap bab-nya. Sehingg saya tidak lupa cerita di bab-bab sebelumnya. Contohnya dari pekenalan Lala Lambada memiliki pengaruh sangat kuat di setiap bab, membuat kepingan ucapan Lala harus dilaksanakan si tokoh utama di setiap bab-nya.
3.      Tips Menjaga Keharmonisan Suami Istri
Bagi saya novel ini kurang pas jika dibaca oleh kalangan remaja, mengingat isinya juga cukup dewasa. Heheheh. Tapi bagi pembaca yang cukup matang saya rasa ini pas, di mana cerita Hoshiko dan Mamoru tidak hanya soal perjuangan cinta biasa, tetapi juga memiliki beberapa tips yang mestinya pembaca sadari.
            Lala Lambada meyakini Hoshiko dan Mamoru tidak bisa harmonis rumah tangganya karena ego mereka masih belum disisihkan ketika bersama. Oleh karena itu ia memberikan daftar wajib yang mesti dilakukan klien-nya itu seperti ini:
1.      Pujian Wajib
“Anda berdua harus berusaha sebaik mungkin mempertahankan rumah tangga ini. Jika ada salah satu yang mangkir dari kewajibannya, saya akan melaporkannya karena itu dengarkan baik-baik. Hal yang saya ingin Anda beruda lakukan adalah berikan satu pujian kepada pasangan kalian masing-masing setiap hari. Atau, jika tidak bisa memujinya katakab bahwa Anda mencintainya. Cukup satu hari sekali saja.” [Lala Lambada-Halaman 42]
2.      Berbagi Kebersamaan
“Jika kalian sudah menikah artinya harus ada kebersamaan, saling berbagi.” [Lala Lambada-Halaman 80]
3.      Mengetahui Kesukaan Pasangan
“Belajarlah menjadi istri yang baik. Anda harus lebih mengenal suami Anda. Apa makanan dan minuman kesukaannya, hobinya, yang dilakukan pertama kali saat terabangun, jam berapa dia tidur, apa posisi tidurnya, apa yang membuatnya senang dan sedih. Anda juga harus belajar  menyiapkan pakaiannya dan memasak makanan favoritnya. Pokoknya, semua harus Anda pelajari bagaimana menjadi istri yang baik untuknya....” [Lala Lambada-Halaman 122]
4.      Liburan Bersama
5.      Memberikan kejutan saat ulang tahun
6.      Dll.
Tak ada Kejujuran Membuat Segalanya Pahit dan Menyakitkan
Mempelajari dari pasangan [Hoshiko-Mamoru] saya cukup memahami problem yang menimpa mereka hanya karena ketidakjujuran perasaan masing-masing. Memang itu sudah klise, tapi cukup berguna juga untuk kehidupan percintaan jaman sekarang. Awalnya mereka saling membenci dan saling menepis perasaan masing-masing bahkan berusaha memutuskan pernikahan mereka. Namun seiring berjalannya waktu dan intensitas kebersamaan lebih dekat, membuat diri mereka menjadi percaya dan terbuka.
            Ada di mana Mamoru dan Hoshiko akhirnya menyatakan perasaan cinta mereka dan membuat segala sikap mereka berubah. Perlahan keegoisan dan gengsi mereka tersapu oleh cinta mereka, meskipun hal itu masih sering terjadi namun tidak separah saat mereka masih saling membohongi. Dengan cinta, pasti segalanya bisa diatasi dan dilebur.
***
Tapi sejujurnya ada hal-hal yang masih menurut saya kurang membangun imajinasi pembaca. Menurut pribadi saya, suasana Jepang masih belum kentara. Terutama saat pendeskripsian tempat. Terkadang penulis terlalu cepat menjabarkan suatu adegan.
            Dan saat menuju bab-bab terakhir, saya mulai merasa bosan dengan cerita yang dirasa terlalu klise dan didramatisir—itu menurut pribadi saya. Contohnya saat Mamoru ditusuk preman karena menyelamatkan Hoshiko, Mamoru menunggu dari malam hingga pagi demi Hoshiki hingga kehujanan. Entah kenapa saya merasa kecewa, kenapa harus bumbu cerita seperti ini?

            Tapi jujur saja dari awal hingg akhir saya tidak bisa berhenti membacanya. Cerita yang luar biasa, mampu membuat karakter tokoh seakan hidup dan saya serasa sedang menonton drama jepang di televisi. Sukses untuk Ty SakuMoto!