My Books

My Books
Araska Publisher, 2014. Ellunar, 2014, 2015, 2015.
I LOVE KAMPUS FIKSI - #KAMPUSFIKSI12

Cerpen Anak - Crayon untuk Lulu

Crayon untuk Lulu
(Alfy Maghfira)

Pelajaran kesenian tadi cukup menyenangkan bagi Lala. Ibu Neni, guru kesenian Lala saat itu mengajak anak kelas 1 A SD Harapan Bangsa ikut menyanyikan lagu Desaku. Dan Bu Neni memberikan tantangan, siapa yang bisa menghapalkan lagu itu dan menyanyikannya di depan kelas minggu depan, akan dapat hadiah.
crayon
sumber: abcteach.com

            Lala tersenyum sendirian di depan kelas 1 B. Sambil berusaha menghapal lirik lagu yang baru saja dinyanyikan bersama di kelasnya, dia juga menunggu saudara kembarnya, Lulu. Sebenarnya Lala cukup sedih kenapa sih mereka harus berbeda kelas? Padahal ‘kan Lala dan Lulu itu saudara kembar.
            Tidak lama suara anak-anak berhamburan dari dalam kelas. Mereka berebutan ingin segera pulang. Padahal dengan berjalan tertib pun, mereka sudah pasti pulang, pikir Lala sambil memperhatikan teman-teman Lulu.
            “Kak Lulu!” seru Lala sambil berdiri dari bangku panjang yang berada di depan kelas 1 B.
            Lulu yang rambutnya panjang dikuncir dua tidak berbeda jauh dengan Lala yang juga seperti itu. Ransel mereka juga sama, hanya saja Lala suka warna merah dan Lulu warna biru.
            “Makasih udah nungguin Kakak,” kata Lulu sambil menarik tangan Lala. Mereka jalan berdua menuju rumah yang tidak jauh dari sekolah.
            Sepanjang perjalanan, Lala terus bernyanyi meskipun sesekali berhenti dan melihat kembali liriknya yang ditulis di buku. Sementara Lulu hanya mendengarkan adiknya bernyanyi tidak jelas.
            “La, kamu ngapain sih nyanyi kayak gitu? Berisik tahu,” gerutu Lulu, heran.
            “Ikh, Kakak. Lala lagi menghapal lagu Desaku, biar dapat hadiah dari Bu Neni!” Seru Lalas diakhiri tawa. Gigi Lala ternyata ompong di bagian depan karena kebanyakan makan cokelat.
            “Nanti aja di rumah, deh. Kalau kamu belajar sambil jalan gini nanti kamu jatuh. Tuh lihat di sini ‘kan banyak batu kecil. Tuh di sana ada kulit pisang,” tegur Lulu sambil menunjuk-nunjuk batu dan sampah yang berada di depan.
            Akhirnya Lala mendengarkan ucapan kakaknya. Dan memasukan kembali buku tulisnya.
***
Selama satu minggu ini Lala terus bernyanyi lagu Desaku karya Ibu Soed, ibu pun sampai-sampai tersenyum, kadang tertawa juga kalau Lala lupa lirik. Sementara Lulu menyimak dan membetulkan lirik yang salah.
            Ibu bilang senang melihat Lala dan Lulu saling membantu. Dan kata ibu Lulu harus jadi kakak yang baik bagi Lala.
            “Semangat, ya, La! Semoga berhasil!” kata Lulu saat adiknya hendak ke dalam kelas.
            Lala tersenyum, “Iya, Kak! Makasih!”
            Semua anak kelas 1 A sudah duduk antusias. Kebetulan pelajaran pertama adalah pelajaran matematika. Uuh, Lala enggak suka sama pelajaran matematika, pikirnya susah. Tapi kata ibu, susah itu karena tidak biasa belajar, kalau Lala rajin belajar lama-lama nanti juga bisa.
            Akhirnya pelajaran kesenian tiba dan Lala langsung mengacungkan tangan, memberanikan diri untuk maju ke depan menyanyikan lagu yang sudah ditugaskan sejak satu minggu lalu.
            “Wah, Lala hebat! Ayo maju, Nak!” seru Bu Neni sambil memberikan tepuk tangan. Begitupula dengan teman-teman yang lain mereka bersorak dan menyemangati Lala.
            Sebenarnya Lala deg-degan saat dia berada di depan teman-teman semuanya. Uh, telapak tangan Lala jadi berkeringat, tapi dia percaya kalau Lala pasti bisa menyanyikan Lagu Desaku dengan lancar. Kemudian Lala Pun bernyanyi dengan tenang.
Desaku yang kucinta, pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan, Tak mudah bercerai
Selalu ku rindukan, desaku yang permai
Desaku yang kucinta, pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan, Tak mudah bercerai
Selalu ku rindukan, desaku yang permai

            “Hore!! Lala berhasil!” Bu Neni dan teman-teman ikut bertepuk tangan dan bersorak bergembira.
            Lala menyanyikan lagu itu dengan sangat baik dan iramanya pun bagus. Bu Neni jadi bangga sama Lala, ternyata suaranya juga bagus. Kemudian Bu Neni memberikan hadiah berupa dua paket crayon warna-warni.
            “Ini hadiah untuk Lala, bisa digunaka untuk nanti saat kesenian menggambar, ya,” kata Bu Neni sambil menyodorkan crayon itu pada Lala.
***
Lala berjingkrak senang di rumah. Dia bercerita pada ibu tentang tadi siang di sekolah kalau Lala menyanyi sangat baik bahkan dipuji dan diberi hadiah oleh Bu Neni.
            “Wah, La. Kakak boleh dong minta satu, ya?” kata Lulu sambil melihat ke arah crayon yang dipegangi Lala.
            Tapi tiba-tiba Lala malah menyembunyikan tangan di belakangnya. Kemudian Lala menggeleng. Tidak mau. Uh, ibu kecewa melihat Lala bersikap tidak berbagi sama Lulu. Begitupula dengan Lulu, dia ikut cemberut.
            “Loh, Lala kok gitu. Itu ‘kan ada dua. Berbagi itu indah, Nak,” nasihat ibu pada Lala.
            “Tapi ‘kan, Bu, hadiah ini Lala yang dapetin. Kak Lulu ‘kan enggak ikut nyanyi,” timpal Lala sambil tertunduk.
            Kemudian Lulu tiba-tiba saja berlari ke kamar dan menangis. Ibu jadi sedih mendengarnya, sementara Lala masih tertunduk dan ikut merasa bersalah.
            “Lala, anak ibu yang baik dan pintar pasti tahu ‘kan kalau berbagi itu perbuatan terpuji. Ibu guru pun bakal senang kalau Lala mau memberikan satu paket crayon kamu sama Lulu. Lala ingat, Kak Lulu juga ikut bantu kamu menghapal lagu Desaku. Hayo, kita saling berbagi kebaikan, Nak,” ujar ibu begitu lembut pada Lala.
***
Keesokannya, Lulu terkejut melihat selembar kertas dan satu paket crayon milik Lala sudah ada di meja belajarnya. Tapi Lulu lebih tertarik membaca tulisan di kertas itu.
            “Crayon itu hadiah buat Kakak yang udah bantuin Lala. Maafin Lala, ya, Kak.”
            Begitulah tulisan crayon merah dari Lala untuk Lulu.


END

Share 'Cerpen Anak - Crayon untuk Lulu ' On ...

Ditulis oleh: Alfy Maghfira - Selasa, 01 September 2015

1 Komentar untuk "Cerpen Anak - Crayon untuk Lulu "

  1. Hai, Teh. Sudah baca nih. Udah mulai mengalir kok. Pesan moralnya ada. Konfliknya sederhana.
    Tapi kalau tokohnya anak kelas 1 SD rasanya bahasa masih terlalu dewasa. Mungkin tokohnya bisa diubah jadi kelas 4 atau 3. Tapi kalau mau tetap pakai tokoh kelas 1 SD, ya bahasanya disederhananin. Diusahakan tidak terlalu panjang-panjang kalimatnya.

    Kayaknya itu deh, tapi ini udah bagus penyajiannya enggak tersendat. Tinggal ngerapiin aja. yang penting ingat kalau cerita anak itu, campur tangan orang dewasa (dlm pemecahan masalah) tidak terlalu banyak. Biar anak yang menyelesaikan masalah sendiri.
    Aku juga masih belajar.

    Semangat, Teh Alfy.

    BalasHapus