My Books

My Books
Araska Publisher, 2014. Ellunar, 2014, 2015, 2015.
I LOVE KAMPUS FIKSI - #KAMPUSFIKSI12

Cerpen KF12-Penggadai Masa Depan

Penggadai Masa Depan
(Alfy Maghfira)
Resna Tresna tertunduk, memandangi seragam putih abu-abu yang membalut tubuhnya dengan tatapan putus asa. Rambutnya yang hitam legam terkibar dimainkan oleh angin usil di sekitarnya. Tampaknya sebuah kesedihan sukses membuatkan parit-parit kecil yang melandai pipinya. Dia mendongak, menatap langit seolah bertanya : Tuhan, aku lelah meneruskan jalan ini.
            Tak hanya suara angin yang mengisi telinganya, tapi suara sesenggukan isak tangisnya pun terdengar, memadu kekalutan yang menimpa hati.
            “Nilaimu selama hampir satu tahun ini, selalu jatuh di angka merah. Bahkan guru-guru yang mengajarmu kewalahan, Resna. Bapak sudah berkali-kali memanggilmu dan menanyakan apa kendala belajarmu? Jika seperti ini terus, kamu terancam ‘tidak naik’ kelas, Nak.”
            Kabar buruk dari Pak Reza siang ini, sukses membua pahatan kesedihan dan kedilemaan di hati Resna.
“Persetan!!” Kaki jenjang yang masih terbungkus sepatu bertali itu menendang sebuah tong sampah yang bertengger di sudut lapangan hijau. Seolah benda mati itu tersenyum dan membisik ‘Buang saja impianmu ke sini!”
***
“Lu... gak masuk... sekolah, Res?” Pria yang hanya mengenakan kaus biru belel dengan simbol ‘playboy’ di dada, tengah berdiri di depan Resna. Napasnya terdengar memburu, lengkap dengan wajahnya yang mengernyit menahan sesak.
            “Gue mau keluar, Rio,” jawab Resna ringan. Suaranya berpadu dengan kebisingan lalu lintas jalan raya di sekitar alun-alun Kota Tasikmalaya yang berhadapan dengan gedung khas Joglo bertuliskan ‘Pendopo’. Punggungnya yang terlihat masih terbebani sebuah ransel merek ‘Import’, disandarkan ke bibir pagar tembok alun-alun.
            Sebagian alis tebal Rio terangkat, penuh tanda tanya. “Keluar? Emang kenapa?”
            “Gue males. Lagian buat apa gue sekolah kalau gue malah gak naik kelas? Kampret banget tuh guru! Gak ada kebijakan banget buat muridnya. Malah sok ikut campur masalah pribadi gue lagi!” Sepasang matanya diedarkan ke salah satu sepasang siswa berseragam biru dongker yang terlihat bergelayut mesra tengah duduk di  bangku panjang yang berada di alun-alun tersebut. Resna tersenyum kecut, dia sama saja dengan mereka yang duduk di sana.
            Rio tertawa renyah, menertawakan prinsip yang selama ini menjadi genggaman Resna. Tangannya yang berdebu mendarat di bahu gadis yang sudah dipacarinya selama hampir 3 tahun ini.
            Tawa menyebalkan itu hanya menjadi melodi basi di telinga Resna. Untuk hari ini, batin Resna mulai membenarkan ‘tawa’ yang dulu sering membuatnya ‘kesal’. Sepintas Resna mengamati postur tubuh Rio. Seolah menerawang apa yang terjadi jika dia hidup bersama pria yang terlihat  lusuh, rambutnya gondrong berantakan, kerjaannya nongkrong di alun-alun kota yang memiliki tugu pahlawan sedang mengibarkan bendera di atas kuda.
            “Gue mau kita kawin,” celetuknya tanpa berpikir panjang. Yeah, pikirnya, untuk apa lagi dia bergulat dengan buku? Demi status lulus ‘SMA’? Toh, pada akhirnya wanita hanya akan berakhir di dapur saja.
            “Udah gue bilang apa! Mending lu keluar dari dulu juga. Ngapain sekolah. Buang duit, tahu!” Rio tak ubah seperti setan yang terus berbisik dan membenarkan semua pendapat Resna. “Ntar, deh. Gue urus keperluannya. Gak usah rame-ramean, cukup ke KUA aja. Lu tinggal ngomong doang sama orangtua lu,” lanjutnya terdengar ringan.
***
Sepasang mata tajam yang bersemayam di wajah penuh guratan-guratan senja, meluncur buas pada Resna. Kumis serabutnya yang bertengger di tepi bibir mulai terangkat, seiring dengan emosinya yang ikut melonjak, hebat! “APA?!! KAWIN?!” Pak Saryo yang tak lain bapak kandung Resna terlihat menggelengkan kepala ketika mulut putri sulungnya melontarkan ‘keinginan terlarang’.
            “Ya, aku mau nikah, Pak! Resna udah capek!”
            “GAK BISA!! SEKOLAH YANG BENER!! LAGIAN SIAPA YANG MAU KAWIN SAMA KAMU, HAH?!” Nada suara Pak Saryo semakin beroktaf-oktaf, tak kuasa menahan emosinya yang kian meradang.
            “Pak, Resna udah gak bisa mikir lagi. Otak Resna itu udah tumpul gara-gara kebanyakan mikir tentang perceraian Bapak sama Ibu!” Kali ini Resna tak mau kalah, suaranya ikut meninggi.
            “Tap—“
            “Resna mau nikah sama Rio!” Sukses sudah gadis berponi itu memotong ucapan bapaknya.
            Dan nama ‘Rio’ juga sukses membuat perasaan Pak Saryo terhantam, sakit. “Lelaki tak jelas itu? Perempuan mana yang mau kawin sama dia, Resna! Kamu punya akal sehat, apa enggak, sih, Nak?” Suara Pak Saryo mulai melemah, bola matanya terlihat menumpuk embun di pelupuknya—membayangkan bagaimana masa depan putrinya dengan lelaki tak jelas itu.
***
Ini adalah bulan ke-3 sejak pernikahan Resna dan Rio dilangsungkan. Gadis itu benar-benar menggadaikan mimpi yang pernah ditenunnya sejak SD. Mimpi untuk menjadi seorang guru. Tapi memang kehidupan akan selalu ada angin yang membelokkan perahu mimpinya ke arah yang entah itu benar atau tidak.
            Resna gadis yang cukup keras kepala. Tekadnya yang membatu sukses menumbuk larangan keras bapaknya dan terpaksa menyetujui keinginan Resna yaitu menikah muda dan harus putus sekolah. Bapak mana yang tak khawatir anaknya tidak pulang 3 hari? Hanya karena tak diijinkan menikah? Yah, dengan doa restu terbalut air mata kesedihan, Pak Saryo harus rela menitipkan putrinya pada Rio, lelaki yang terlihat buruk di matanya.
***
“Dari mana saja lu?!” Resna memergoki suaminya pulang tengah malam. Gadis itu berdiri di bawah lampu kuning 5 watt. Tangannya tersilang, hidungnya mengernyit—mengendus sebuah aroma yang menusuk penciumannya. “ Lu mabuk lagi?!”
            “Ka-kamprett! Punya bini mu-mulutnya rombeng banget!!” Rio meracau sambil mengentakkan kakinya yang terbalut sandal jepit mendekati Resna.
            “Rio, lu itu suami gue! Lu gak malu apa, hidup lu cuma nongkrong dan gak mikirin bini lu di rumah mau makan apa besok?!”
Brakk!
 Bangku plastik yang berada di depan, Resna tendang dan menghantam betis Rio cukup keras. Bola mata Rio membulat, dan menusuk tatapan Resna. “Cewek kurang ajar!!!” Tak kuat menahan emosinya yang kian mendidih hingga ubun-ubun kepalanya, spontan Rio melayangkan tinju di rahang istrinya.
Blukk!
            “RIO!!! TEGA KAMU, YA!! GUE NYESEL KAWIN SAMA LU!!” teriak Resna lengkap dengan air mata yang menyeruak dari ekor matanya. Ngilu, panas, perih! Kini bersemayam meninggalkan semu merah di rahangnya.
            “Hahaha.... emang siapa juga yang mau kawin sama cewek jelek kayak lu, hah?! Mulai detik ini, gue talak lu!!!”
            Talak? Talak? Oh, Tuhan... perkataan itu terasa menghantam hati Resna menjadi butiran debu, hancur, lebur! Kaki Resna limbung, tapi dengan kesadarannya Resna masih mampu menopang keseimbangannya dengan tangan tertahan di laci kecil di sampingnya. Resna mendongak, memamerkan embun pedih yang membanjiri ruang di pipinya pada Rio. “Gue nyesel... gue nyesel....”
***
“Hei!” seru sebuah suara feminim yang muncul dari depan tubuh Resna.
            “Risna?” Kepala Resna mendongak menatap wajah yang terbingkai rambut potongan di-bob.
            “Ya, ampun, Res. Lu di sini rupanya?” Tubuh jangkung Risna yang semampai tampak terbalut seragam cokelat tua dengan berbagai title pangkat di bahu, lengan dan dadanya.
            “Ris, lu jadi Polwan?” Mata Resna membulat, takjub dengan penampilan teman sebangkunya yang sudah hampir 4 tahun ini tak bersua.
            Dengan santai Risna meraih sebuah serabi hangat yang terjaja di atas baki kayu. Dia tersenyum lalu menggigit kecil serabi itu. “Enak juga serabi lu.”
            Pipi Resna bersemu merah, malu... malu akan masa yang kini dijejaknya. Wajahnya tertunduk, merutuki kobodohannya di masa lalu. Aku sadar... tak seharusnya kugadaikan masa depanku karena sebuah masalah. Melarikan diri dari masalah membuat masa depanku tak secerah apa yang dulu kuimpikan. Seandainya saja... aku lebih gigih lagi mengatasi kepelikanku. Mungkin aku takkan pernah menyandang gelar ‘janda’ saat ini, tapi mungkin aku sudah bergelar ‘sarjana’.
           #Nulis3Jam di Kampus Fiksi 12, Yogyakarta

           

           
           









Share 'Cerpen KF12-Penggadai Masa Depan' On ...

Ditulis oleh: Alfy Maghfira - Jumat, 24 April 2015

Belum ada komentar untuk "Cerpen KF12-Penggadai Masa Depan"

Posting Komentar